Sunday, January 17, 2010

Hartaku, tuanku? (Matius 6:19-24)


Siapakah tuan dalam hidup Anda? Mamon atau Tuhan? Orang Kristen pasti    menjawab, Tuhan! Namun seberapa banyak orang Kristen yang    menyadari bahwa perilaku hidup mereka menunjukkan kenyataan yang   sebaliknya?

Persoalan kita adalah, walau kita menyadari diri milik Tuhan dan hidup   kita akan berujung kekekalan di surga, kita masih hidup di dunia    ini. Dunia ini menawarkan godaan yang sulit dihindari, yaitu hidup    menurut ukuran dunia. Kekayaan menjadi tolok ukur kesuksesan. Kita    mudah sekali terjerumus dalam mengumpulkan harta di dunia, dan    melupakan panggilan surgawi, yaitu menabung harta rohani di surga.

Tuhan mengajarkan beberapa hal di dalam perikop ini. Pertama, harta di   dunia ini bersifat sementara (19). Bukan tidak boleh mencari harta   karena kita memang butuh harta untuk hidup di dunia ini, tetapi    jangan jadikan harta segala-galanya. Jangan sampai kita tidak   punya waktu untuk Tuhan, untuk mengumpulkan harta surgawi. Kedua,    Yesus mengingatkan bahwa tawaran dunia untuk memprioritaskan    pencarian harta bisa membutakan mata rohani kita dari melihat  kebutuhan utama (22-23). Segala-galanya diukur dari harta. Waktu    untuk keluarga digantikan dengan kemewahan. Waktu untuk anak    dengan memanjakannya berlebihan. Bahkan waktu untuk Tuhan    digantikan dengan memberi persembahan. Harta menjadi semacam sua    untuk menggantikan tanggung jawab yang utama. Celakanya lagi, mata    hati tambah buta sehingga menghalalkan cara demi mendapatkan    harta. Ketiga, Yesus mengingatkan kita, kalau harta sudah menjadi    tuan yang memperbudak kita, yang menyingkirkan Tuhan dari takhta    hati kita maka kita harus membuat pilihan: kembali setia menyembah    Allah atau tetap terjebak menuruti mamon (24).

Evaluasi ulang hidup Anda dan pandangan Anda terhadap harta. Jangan   sampai Anda mengisi hidup ini dengan hal yang sia-sia, sehingga    kehilangan damai, relasi yang baik, dan akhirnya menyesal    berkepanjangan.
e-SH versi web:          http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/01/11/



Berbagi di Facebook

0 komentar:

Post a Comment