Wednesday, March 18, 2009

Syarat: Iman + Ampuni

Markus 11:20-26

Pernah mengalami kuasa iman dalam hidup Anda? Yesus menggambarkan kuasa iman yang begitu hebat, yaitu sanggup memindahkan gunung dan melemparkannya ke laut (ayat 23). Luar biasa bukan? Namun apakah itu benar-benar bisa terjadi? Yesus memakai gambaran itu untuk melukiskan sesuatu yang kelihatannya mustahil dilakukan,tetapi menjadi mungkin karena Allah Mahakuasa. Dan mukjizat semacam itu adalah hasil dari doa yang dinyatakan di dalam iman.

Yesus mendorong murid-murid-Nya untuk memiliki iman yang meyakini bahwa Allah juga mendengarkan mereka. Iman yang bergantung kepada Allah yang Maha kuasa dapat menggapai segala sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia melalui doa (band. Yak. 1:6). Meminta adalah bentuk umum dari doa. Murid yang sejati akan berdoa untuk segala sesuatu (Mat. 6:10). Orang percaya dapat memperoleh apa yang diminta dalam doa asal sesuai dengan kehendak Tuhan (band. Mat. 6:10, 7:7). Jangan mengkhawatirkan kesanggupan Allah karena Allah Mahakuasa.



Meski demikian, kurangnya iman bukanlah satu-satunya hambatan bagi keefektifan doa. Kurangnya pengampunan kepada sesama juga dapat menghambat kuasa doa. Kadang-kadang hati yang sulit mengampuni bisa lebih keras dari gunung manapun. Sebab itu sebelum berdoa, ingatlah dulu apakah kita punya masalah dengan orang lain. Bila ya, selesaikan dulu, setelah itu lanjutkan berdoa. Jika kita tidak memaafkan orang yang bermasalah dengan kita, kita pun tidak akan memperoleh pengampunan dari Bapa di sorga (Mat.6:14-15). Di sini kita belajar bahwa sebuah disiplin iman seperti doa sama pentingnya dengan hubungan baik terhadap sesama(band. Rm. 12:18).

Maka ingatlah bahwa berdoa secara efektif perlu dilandaskan pada iman kepada Allah, bukan kepada obyek doa kita. Dan sebelum berdoa ingatlah dulu, apakah kita masih punya ganjalan dengan orang lain di sekitar kita. Jika masih, bereskan dulu barulah
datang kepada Allah.


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/03/19/

Iman Memampukan Melihat

Markus 10:46-52

Setiap orang pasti mempunyai harapan dalam hidupnya. Bisa berupa kehidupan yang layak, kedudukan atau karier yang mantap, relasi yang baik, dan sebagainya.

Lalu apa yang menjadi harapan seorang buta, seperti Bartimeus? Tentu agar dia dapat melihat. Selama itu ia hidup dalam kegelapan. Ia hanya bisa mendengar cerita orang tentang cerahnya sinar matahari, tanpa bisa melihatnya. Maka ketika mendengar bahwa rombongan Yesus melewati tempat dia duduk mengemis, dia tidak mau melewatkan kesempatan itu sedikit pun. Mungkin sebelumnya ia telah mendengar berita tentang mukjizat-mukjizat yang Yesus lakukan. Siapa tahu itulah saatnya bagi dia untuk mengalami mukjizat Yesus. Lalu berteriaklah dia memanggil-manggil Yesus(ayat 47). Dia tak menghiraukan orang-orang yang menyuruh dia diam (ayat 48).

Adalah menarik bila kita melihat bahwa Bartimeus memanggil Yesus dengan sebutan "Anak Daud". Sebutan ini bagai memperdengarkan pengharapan mesianik. Mungkin ungkapan Bartimeus bernuansa politis, tetapi melalui peristiwa ini Yesus menyatakan kemesiasan-Nya.

Kita juga melihat bahwa harapan Bartimeus yang dilandasi iman, yaitu agar ia dapat melihat, digenapi. Harapan itu menuntun dia memasuki masa pemuridan dan pengenalannya akan Yesus, yang saat itu dalam perjalanan menuju salib. Peristiwa ini juga memperlihatkan sikap Bartimeus sebagai seorang murid. Responsnya untuk meninggalkan segala sesuatu demi ikut Yesus, yang dilambangkan dengan 'melemparkan jubahnya' (ayat 50), bertolak belakang dengan orang kaya yang tidak rela meninggalkan harta miliknya (ayat 17 dst). Keinginannya 'hanya untuk dapat melihat'juga bertolak belakang dengan Yakobus dan Yohanes yang minta kedudukan.

Beriman kepada Yesus dan menjadi murid-Nya bukan mengarahkan kita kepada hal-hal yang bersifat materi, tetapi menolong kita untuk memahami makna salib Kristus. Belajarlah dari Bartimeus, yang meskipun buta fisik, tetapi dapat melihat Tuhan dengan imannya.


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/03/16/

Monday, March 16, 2009

Membedakan Gangguan Jiwa dan Kerasukan Setan

Salam sejahtera,

Ada pandangan yang keliru dalam masyarakat mengenai gangguan kejiwaan, khususnya skizofrenia, dan kerasukan setan. Biasanya orang yang menderita skizofrenia diasumsikan kerasukan setan karena tingkah laku atau perbuatannya yang sering kali aneh. Padahal sebenarnya skizofrenia sangatlah berbeda dengan kerasukan setan. Bisa saja gejala atau tingkah laku penderitanya hampir sama, tetapi sebab dan cara penanganannya tentulah berbeda.

Untuk itu, penting bagi para konselor dan pembimbing untuk mengetahui dengan pasti perbedaan-perbedaannya agar dapat melakukan penanganan yang tepat. Dalam edisi terakhir bulan Maret ini, redaksi menyajikan artikel-artikel dan tips yang fokus membahas beda antara skizofrenia dan kerasukan setan. Segera simak, kiranya memperluas wawasan Anda.

SKIZOFRENIA ATAU KERASUKAN SETAN?

Setiap tahun, banyak orang yang memiliki masalah emosional dianggap kerasukan setan, namun kerasukan setan sering kali bukanlah penyebabnya. Keputusasaan yang dirasakan penderita anggapan yang salah ini (khususnya setelah pengusiran setan gagal menyelesaikan masalah) sering kali lebih merugikan daripada sumber permasalahan yang sebenarnya.

Konselor pastoral harus mampu membedakan kerasukan setan dan gangguan mental yang serius, seperti skizofrenia. Yang pertama harus dilakukan adalah memeriksa apakah seseorang menderita penyakit atau tidak, baik mental atau pun fisik. Pemikiran untuk memeriksa apakah seseorang mengalami kerasukan dapat dilakukan hanya jika semua penjelasan alamiah yang mungkin menjadi penyebabnya tidak mencukupi.
Mengenali Skizofrenia

Skizofrenia adalah penyakit fisik. Karena penderita skizofrenia menunjukkan gejala-gejala yang aneh, penyakit ini kadang-kadang dianggap kerasukan setan. Tetapi sama seperti saat kita mempelajari epilepsi (penyakit lain yang awalnya dianggap sebagai kerasukan setan), kita sekarang tahu bahwa skizofrenia merupakan hasil dari kerusakan sel kimia otak. Sering kali, pengobatan bisa menyembuhkannya. Penundaan dalam memulai pengobatan skizofrenia yang tepat dapat membuat penderita membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Jadi, diagnosa yang salah bisa berakibat fatal. Hal ini terkadang benar-benar terjadi karena skizofrenia kadang-kadang menyerang orang yang sudah lanjut usia.

Beberapa gejala-gejala dasar skizofrenia adalah bentuk-bentuk pengisolasian diri atau penarikan diri dari masyarakat sosial yang ekstrim; ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi sebagai pekerja, pelajar, atau ibu rumah tangga; melakukan hal-hal aneh (mengumpulkan sampah, berbicara kepada diri sendiri di tengah-tengah masyarakat umum, menimbun makanan); pengabaian ekstrim akan kebersihan dan kerapian diri; melantur, tidak jelas, berbicara berbelit-belit, atau kurang komunikasi, atau berbicara yang tidak ada artinsya; memiliki kepercayaan yang aneh atau pikiran magis yang memengaruhi perilaku seseorang (percaya takhayul, percaya pada kekuatan untuk melihat benda atau peristiwa yang tidak dapat diterima oleh indera, telepati, atau pemikiran bahwa "orang lain bisa merasakan perasaannya"); pengalaman-pengalaman yang tidak biasa (ilusi yang berulang-ulang, merasakan adanya tekanan atau orang lain yang sebenarnya tidak ada; dan kurang inisiatif atau semangat.

Apa yang nampak seperti kerasukan setan biasanya adalah gejala-gejala skizofrenia. Ini penting karena bila masalah-masalah emosional disalahartikan sebagai kerasukan setan, maka akibatnya sangat berbahaya: menghalangi penderitanya mengenali dan mengakui keberadaan manusia yang berdosa, menekankan kekuatan setan dengan tidak tepat, dan yang paling penting, menunda dimulainya perawatan yang tepat.

Skizofrenia adalah penyakit yang kompleks. Bila seorang pendeta mencurigai konselinya menderita penyakit ini, dia harus segera membawanya kepada pihak yang tepat. Menunda perawatan untuk masalah seperti skizofrenia dapat secara signifikan membuat presentase kemungkinan penderita untuk sembuh menjadi semakin kecil.

Mendiagnosa Kerasukan Setan

Bila yang dibahas sebelumnya itu adalah skizofrenia, lalu kerasukan setan itu seperti apa? Ciri-ciri kerasukan setan tidaklah mudah untuk dipahami. Namun, mereka yang memiliki banyak pengalaman menangani kerasukan setan mengemukakan faktor-faktor berikut:

1. Tidak memiliki kehangatan sebagai manusia.

Orang yang kerasukan terlihat kosong dan hampa, dan mereka
tidak memiliki empati.

2. Menunjukkan kepribadian yang baru.

Suara dan ekspresi orang itu berubah, dan dia mulai bertingkah
dan berbicara seperti orang yang berbeda. (Namun, ini juga
terlihat dalam kepribadian ganda (multiple personality disorder) -- masalah psikologi akut terkait dengan pelecehan pada masa kanak-kanak.)

3. Reaksi pada simbol-simbol kekristenan.

Salib, Alkitab, dan simbol-simbol kekristenan lainnya sering kali
menyebabkan orang yang kerasukan benar-benar tidak nyaman. (Namun, skizofrenia bisa juga menunjukkan reaksi ini.)

4. Fenomena fisik yang aneh.

Beberapa pengamat menggambarkan suatu bau busuk yang tidak dapat
dipahami, suhu badan yang membeku, benda-benda yang terbang, dan kulit yang halus dan kendur.

5. Perubahan perilaku supernatural.

Misalnya, korban mungkin memiliki gaya berat -- dengan kata lain, dia tidak bisa dipindah secara fisik, atau bisa juga mengambang.

Maka jelaslah bahwa kerasukan bukanlah seperti yang disangka selama ini, dan banyak masalah yang dianggap kerasukan setan sebenarnya memiliki penjelasan-penjelasan alamiah. Penilaian bahwa seseorang kerasukan setan atau tidak harus melewati proses pengujian apakah gejala-gejala aneh yang timbul memiliki penjelasan yang alamiah atau tidak. Jika gejala tersebut tidak dapat dijelaskan secara alamiah, barulah penyelidikan supernatural dilakukan. (t/Ratri)

Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul buku: Leadership Handbook of Outreach and Care
Judul asli artikel: Schizophrenia or Demon Possession?
Penulis: Archibald D. Hart
Penerbit: Bakers Book, Michigan 1994
Halaman: 308 -- 309

BIMBINGAN ALKITABIAH _________________________________________________

BIMBINGAN PENGUSIRAN SETAN

A. Perbedaan Sakit Jiwa dan Kerasukan Setan

Orang yang dirasuki setan tidak berarti gila. Penyakit jiwa harus
dibedakan dengan kerasukan setan. Bagaimanakah membedakan antara
orang yang kerasukan dengan orang yang sakit jiwa?

Mental Disease: Sakit jiwa
Demon Possession: Kerasukan setan

1. Latar Belakang dan Sebab Musababnya

Sakit Jiwa

Seseorang yang sakit jiwa dapat disebabkan oleh keturunan, kena
racun alkohol, bergaul dengan perempuan tuna susila, yang
menyebabkan racun masuk ke dalam otak, atau pada waktu kecil
pernah mengalami kegagalan. Kegagalan ini terpendam dalam hati
dan ketika dewasa timbul kembali. Mungkin pula orang yang normal
tiba-tiba menjadi gila karena patah hati, usahanya rugi, dan
sebagainya sehingga tidak tertahankan lagi. Apabila hal itu
terjadi pada seorang wanita, disebut histeris. Apabila penyakit
ini tidak dapat ditolong, dapat menjadi penyakit jiwa. Gejala
penyakit jiwa datang secara perlahan-lahan dan memakan waktu yang
lama sekali.

Kerasukan Setan

Biasanya terjadi secara tiba-tiba, yaitu ketika setan atau roh
jahat mengambil inisiatif untuk merasuk seseorang. Tetapi jika
kita menyelidiki latar belakangnya, kita akan mendapatkan bahwa
orang yang kerasukan setan biasanya pernah bergaul dengan setan,
roh jahat, atau dukun. Ia cenderung percaya takhayul, mungkin
karena keluarganya biasa melakukan hal itu. Kadang-kadang karena
ingin menang di dalam perjudian, ingin menyelundup berbuat jahat,
atau karena ingin tahu orang tuanya yang sudah meninggal dan
sebagainya, seseorang bertanya kepada iblis atau dukun. Apabila
seorang anak kecil dirasuk setan, kita harus mencari sebab
musabab dalam keluarganya.

2. Gejala-Gejala yang Tampak pada Matanya

Sakit Jiwa

Matanya seakan-akan tampak berat dan terus ingin tidur saja. Atau
dapat pula terjadi matanya teras memandang pada suatu arah tanpa
bergerak. Kadang-kadang matanya dapat terbalik dan hanya bagian
putihnya saja yang tampak.

Kerasukan Setan

Sinar matanya sangat ganas dan menakutkan.

3. Tingkah Lakunya

Sakit Jiwa

Orang yang sakit jiwa tingkah lakunya aneh-aneh dan abnormal,
banyak bergerak, namun sama sekali tidak memunyai arti. Sebentar
tertawa dan sebentar menangis. Suka berlari-lari kian kemari,
tidak dapat diam. Ia sendiri tidak mampu memahami kehidupannya
sendiri.

Kerasukan Setan

Orang yang kerasukan setan tingkah lakunya lebih aneh,
gerak-geriknya menakutkan orang lain. Adakalanya sama sekali
tidak memunyai perasaan malu, sehingga tidak mengenakan pakaian
lagi. Contoh: orang di Gerasa.

4. Kelakuan yang Membahayakan

Sakit Jiwa

Apabila penyakit ini masih ringan, penderita tidak memakai
kekerasan atau memukul orang lain. Tetapi kalau penyakit telah
serius, penderita akan memakai kekerasan, dan ia dapat saja
memukul orang, bahkan dapat pula mengancam jiwa orang lain.

Kerasukan Setan

Kebanyakan dari mereka menyakiti diri sendiri dan memukul orang lain.

5. Kekuatan yang Supranatural

Sakit Jiwa

Kalau penyakit ini kambuh, kekuatan penderita menjadi luar biasa
kuatnya. Tetapi kekuatan ini ada batasnya. Kadang-kadang juga
terjadi bahwa penderita tidak memunyai kekuatan lagi.

Kerasukan Setan

Kekuatan orang yang kerasukan setan sangat luar biasa, sehingga
tidak dapat ditaklukkan atau dikuasai. Kalau dirantai, ia dapat
memutuskannya. Akan tetapi ada pula penderita yang terus
berbaring di tempat tidur bagaikan sakit lumpuh.

6. Pikiran dan Ingatannya

Sakit Jiwa

Orang yang sakit jiwa ingatannya mungkin sama sekali hilang,
bingung, dan tidak tahu apa pun. Ucapannya tidak memunyai logika atau sangat kacau.

Kerasukan Setan

Penderita masih memunyai ingatan. Bahkan, pada saat ia dirasuk
setan, ia memunyai ingatan/insting yang luar biasa. Pada saat
itu ia dapat meramal mengenai hal-hal yang akan terjadi, dan ia
juga dapat mengetahui rahasia orang lain. Kalau seorang hamba
Tuhan datang kepadanya, mungkin ia akan mengungkapkan
dosa-dosanya, atau membongkar rahasia pribadinya, atau
melontarkan ancaman-ancaman kepadanya.

7. Kepribadian yang Ganda

Sakit Jiwa

Orang yang menderita skizofrenia seakan-akan memunyai dua pribadi yang sangat berlainan, yang seakan-akan sudah terpecah.

Kerasukan Setan

Orang yang dirasuk setan merasa seolah-olah memunyai dua
pribadi, yaitu yang satu di luar dan yang lain di dalam. Yang di
luar adalah pribadi yang sesungguhnya dan yang di dalam adalah si
iblis. Pada waktu kita bertanya sesuatu kepadanya, maka yang
menjawab bukan orang itu sendiri, melainkan jawaban itu berasal
dari setan. Suaranya terdengar berbeda, karena suara itu adalah
suara iblis yang berseru dan terdengar sangat mengerikan.

8. Konsep Terhadap Diri Sendiri

Sakit Jiwa

Orang yang sakit jiwa selalu menganggap bahwa orang lain mau
mencelakakan dia. Ia sangat sensitif terhadap orang lain. Orang
yang sakit jiwa tidak suka kalau orang lain mengatakannya gila,
sebaliknya ia mengatakan bahwa orang lainlah yang gila. Orang ini
sangat takut kalau dirinya telah kerasukan setan dan apabila ia
memunyai perasaan yang demikian, maka ia bukan kerasukan setan.

Kerasukan Setan

Penderita tidak berminat untuk bergaul dengan orang lain. Ia
tidak senang tinggal bersama orang lain, ia senang menyendiri dan
menyembunyikan diri. Seperti halnya apabila kita membaca kisah
orang di Gerasa yang tinggal di kuburan-kuburan.

9. Bahasanya

Sakit Jiwa

Penderita tidak dapat berbahasa asing, bahasa daerah, atau bahasa
lain. Seakan-akan ia lupa akan semua bahasa yang pernah ia
pelajari dahulu. Orang ini suka berbicara kepada orang lain
dengan kata-kata yang diucapkan berulang-ulang. Kadang-kadang, ia
berbicara kepada dirinya sendiri.

Kerasukan Setan

Meskipun penderita sebelumnya belum pernah belajar bahasa asing,
tetapi tiba-tiba ia dapat berbahasa asing, maupun bahasa daerah.
Pernah terjadi, seseorang yang dirasuk setan dapat mengucapkan 25
macam bahasa. Apabila ia seorang laki-laki, ia dapat bersuara
wanita, demikian pula sebaliknya.

10. Pendengarannya

Sakit Jiwa

Penderita seakan-akan selalu mendengar suara yang bukan-bukan,
suara itu seakan-akan memerintahnya untuk berbuat hal-hal yang
aneh-aneh.

Kerasukan Setan

Penderita seakan-akan mendengar suara yang mengancam dirinya.
Suara itu terang-terangan mengatakan bahwa ia tidak boleh
percaya kepada Tuhan, dan agar ia menolak orang yang hendak
menolong dia.

11. Tanya Jawab

Sakit Jiwa

Apabila kita bertanya: "Apakah engkau percaya Tuhan Yesus adalah
Anak Allah?" "Apakah engkau percaya darah Yesus dapat
menyelamatkan engkau?" Maka penderita akan menjawab: mula-mula,
ia menjawab mau, namun sebentar lagi ia menjawab tidak mau,
tidak tahu, atau mungkin hanya tertawa saja.

Kerasukan Setan

Apabila kita bertanya seperti pertanyaan di atas, maka penderita
dengan segera akan melawan kita. Kalau ia kita suruh menyebut
nama Yesus, maka ia tidak mau, bahkan ia dapat menggertakkan
gigi, mengolok-olok nama Tuhan Yesus, atau menghujat nama Tuhan
Yesus.

12. Cara Menolong

Sakit Jiwa

Secepat mungkin mengirimkannya kepada spesialis penyakit jiwa
atau psikiater, agar diberi obat atau "shock treatment".
Penyembuhannya mungkin akan memerlukan jangka waktu yang lama.

Kerasukan Setan

Tidak dapat ditolong dengan obat-obatan macam apa pun. Jalan
satu-satunya untuk menolong penderita adalah mengusir setan
dengan beralaskan nama Tuhan Yesus. Setelah setan itu keluar,
orang tersebut akan segera sembuh atau pulih kembali.

13. Waktu Doa dan Mengusir Setan

Sakit Jiwa

Orang yang sakit jiwa tidak tahu tentang apa yang akan kita
perbuat. Mungkin juga penderita bereaksi aneh-aneh pada waktu
kita sedang berdoa, misalnya menarik pakaian kita, tertawa,
tidur, atau melarikan diri.

Kerasukan Setan

Pada waktu kita berdoa untuk mengusir setan beralaskan nama
Tuhan Yesus, penderita akan melawan, memberontak, marah-marah,
memaki, dan kadang-kadang menjadi kejang serta menggertakkan
gigi, berteriak, jatuh, lalu pingsan. Pada waktu setan itu
keluar, orang itu kelihatan seperti kejang, kemudian merasa
letih dan lemah. Pada saat itu, ia dapat mengerti apa yang telah
terjadi atas dirinya, bahwa setan sudah merasukinya dan kini
telah keluar.

14. Setelah Sembuh

Sakit Jiwa

Setelah diberi "shock treatment", penderita sadar bahwa
pikirannya kosong, letih, dan bingung. Ia tidak dapat mengingat
apa yang telah terjadi atas dirinya.

Kerasukan Setan

Setelah setan diusir, penderita merasa letih dan lemah, tetapi
saat itu juga ia dapat mengerti apa yang telah terjadi atas
dirinya.

15. Bimbingan Lanjutan

Sakit Jiwa

Setelah disembuhkan, penderita memerlukan damai sejahtera di
dalam Tuhan Yesus, serta dikuatkan dalam firman Tuhan.

Kerasukan Setan

Setelah ia dibebaskan dari belenggu setan, pertama-tama ia harus
bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat
pribadinya.

Prinsip-prinsip Mengusir Setan

1. Pertama-tama, kita harus membedakan apakah penderita sakit jiwa
atau dirasuk setan. Untuk itu, perlu diadakan pemeriksaan
sekurang-kurangnya tiga kali, barulah kemudian ditentukan.
Sebaiknya pemeriksaan itu dilakukan oleh dua atau tiga orang
beriman beserta seorang dokter bersama-sama.

2. Kita harus menanyakan dan menyelidiki latar belakang serta
sebab-sebabnya kepada keluarga penderita. Perlu juga ditanyakan,
apakah keluarga penderita pernah mengundang dukun atau memakai
jimat-jimat. Kalau hal ini pernah dilakukan, maka kita harus
menjelaskan bahwa mereka harus memutuskan hubungan dengan dukun
itu dan jimat-jimat harus dibuang atau dibakar, sebelum penderita
dapat disembuhkan. Pada waktu kita hendak mendoakan penderita
(mungkin saat itu banyak orang yang belum percaya yang turut
hadir di tempat itu), mintalah dengan hormat agar semua orang itu
keluar. Yang terutama harus kita ingat pada waktu kita berdoa
yaitu jangan menumpangkan tangan ke atas penderita sehingga kalau
orang itu memberontak dan hendak menerkam kita, kita dapat
memegangnya serta menekan dia, dan kita terus berdoa dan dengan
menyebut demi nama Tuhan Yesus, kita mengusir setan.

3. Mungkin hanya dengan sekali doa saja setan itu keluar, tetapi
kadang-kadang ada yang kebal, setan itu kembali lagi serta
mengancam hendak merasuk lagi. Dalam keadaan demikian, dengan
tegas kita menjawab bahwa Tuhan Yesus dan Roh Kudus berada di
dalam kita, dan kita adalah milik Tuhan Yesus. Apabila setan yang
diusir itu berulang-ulang kembali, kita harus menanyakan apakah
keluarga itu masih menyimpan jimat-jimat atau barang pemujaan
yang lain, karena semua itu harus dibakar dan dibereskan terlebih
dahulu.

4. Apabila setan itu menuduhkan dosa-dosa kepada kita serta
membongkar rahasia kita dengan tegas, kita menjawab bahwa kita
sudah disucikan dan diampuni oleh darah Tuhan Yesus. Oleh karena
itu, sebelum kita melakukan pekerjaan mengusir setan, kita harus
memperbaiki diri kita sendiri di hadapan Tuhan terlebih dahulu.

5. Sebaiknya jangan melakukan pekerjaan ini seorang diri. Kita perlu
membentuk kelompok kerja (team work), seperti yang tertulis dalam
Matius 18:18-20.

6. Setelah setan itu diusir, penderita merasa letih, haus, dan lapar, sehingga kita harus memberi makan dan minum kepadanya. Kemudian kita harus mengabarkan Injil agar ia mau menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Selain itu, ia harus diajak untuk setia ke gereja dan imannya harus dipelihara. Kita juga harus mengajak dia agar dapat melengkapi dirinya dengan senjata rohani, seperti yang tertulis dalam Efesus 6:10, sehingga pada saat ia digoda lagi, ia dapat tetap teguh dalam Tuhan Yesus.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Seri Diktat: Pembimbingan Penggembalaan
Penulis: Pdt. Lukas Tjandra
Penerbit: Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 1992
Halaman: 103 -- 109

TIPS _________________________________________________________________

MASALAH-MASALAH SEPUTAR KERASUKAN SETAN

Di tengah pelayanan-Nya, Tuhan Yesus sering kali mengusir setan dari orang-orang yang kerasukan setan. Misalnya, dalam Markus 9 diceritakan tentang seorang pemuda yang dirasuk setan. Pemuda itu tidak dapat berbicara, dan sering kali dihempas-hempaskan di tanah oleh setan. Murid-murid Yesus tidak dapat berbuat apa-apa, oleh sebab itu Yesus mengusir setan itu dari tubuh pemuda tersebut dan menyembuhkannya.

Apakah setan masih merasuk dan melakukan hal-hal yang sama hari ini? Ajaran Alkitab dan pengalaman-pengalaman dari orang-orang percaya di seluruh dunia menjawab "ya". Paulus mengingatkan bahwa kita sebenarnya tidak bergumul dengan "daging dan darah, melainkan dengan penguasa-penguasa, penghulu-penghulu kegelapan dan roh-roh jahat di udara" (Ef. 6:12). Meskipun Roh Kudus yang tinggal dalam hidup orang percaya lebih berkuasa dari roh-roh yang ada di dunia itu (1 Yoh. 4:4), roh-roh jahat tetap masih berkeliaran di seluruh dunia, mencobai manusia seolah-olah malaikat terang, dan terus-menerus mencari mangsanya. Jelas bahwa setan dapat menjadi penyebab utama dari semua persoalan, karena pada umumnya dapat pula dikatakan bahwa pelayanan konseling kristen adalah usaha untuk mencegah dan menyingkirkan pengaruh kuasa kegelapan dalam hidup para konseli. Oleh karena itu, setiap konselor Kristen haruslah benar-benar menyadari bahwa hanya oleh kuasa Roh Kuduslah ia mampu berdiri teguh melawan kuasa-kuasa Iblis (Ef. 6:13-18).

C.S. Lewis, seorang penulis Kristen yang terkenal, pernah mengatakan bahwa kita dapat melakukan dua kesalahan dalam memikirkan tentang setan. Kita dapat tidak memercayai keberadaan maupun pengaruhnya, atau kita percaya dan mengembangkan sikap yang berlebih-lebihan terhadapnya. Kedua sikap tersebut salah dan berbahaya dan keduanya sering kali nampak dalam pelayanan konseling. Ada konselor-konselor Kristen yang tidak mau memikirkan sama sekali tentang adanya setan dan bersikap seolah-olah setan memang tidak pernah ada sama sekali. Ada pula yang lain yang justru secara berlebih-lebihan menganggap bahwa setiap persoalan konseling adalah persoalan dengan kuasa kegelapan.

Memang Alkitab menyaksikan bahwa dalam pelayanan Tuhan Yesus, kadang-kadang Ia mengusir setan, tetapi yang lebih sering Ia lakukan adalah menghadapi masalah-masalah hidup yang nyata dari orang banyak.

Kalau kita memberikan konseling kepada seseorang secara konsisten
dan ternyata tidak pernah ada perbaikan sama sekali, kita boleh
mulai memikirkan kalau-kalau ada campur tangan kuasa kegelapan di
sana. Konselor boleh membacakan bagian dari Alkitab yang menyaksikan
tentang kuasa Kristus (mis. Fil. 2:6-11, Why. 1:5-6). Cobalah
meminta kepada konseli untuk menjelaskan artinya. Kalau dia tidak
dapat melakukan, kita dapat menduga adanya kemungkinan keterlibatan
setan dalam persoalannya. Cobalah membaca 1 Yoh. 2:3-6, 22-23, atau
3:7-10 dan tanyakan pada diri kita sendiri bagaimana ayat-ayat ini
dapat dihubungkan dengan diri konseli.

Sebelum menganjurkan atau mencoba melakukan pengusiran setan,
bacalah Mrk. 9:4-29, dan rundingkanlah dengan tua-tua gereja kita.
Konselor yang menghadapi masalah seperti ini sangat membutuhkan
kebijaksanaan yang besar dan kuasa Allah, di samping ketekunan doa
dan dukungan dari saudara-saudara seiman.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Konseling Kristen yang Efektif
Judul asli buku: Effective Christian Counseling
Penulis: Dr. Gary R. Collins
Penerjemah: Esther Susabda
Penerbit: SAAT, Malang 199
Halaman: 181 -- 182

Saturday, March 14, 2009

Kelahiran Baru

Markus 1:8
Anda tahu hukum gravitasi bumi? Lemparkan apa saja ke udara, pasti benda itu akan jatuh kembali. Hanya jika dalam suatu benda atau makhluk hidup bekerja hukum lain, mereka akan dapat terbang mengatasi gaya tarik bumi. Pesawat terbang, burung di udara adalah contohnya. Sayap-sayap mereka menyebabkan mereka dapat terbang dan gaya tarik bumi tidak dapat menarik mereka jatuh!

Mengapa semua kita cenderung proaktif berbuat dosa dan proaktif menjauhi Allah serta kebenaran-Nya? Mengapa begitu gampang kita menyerah kepada godaan untuk berkompromi dengan dosa? Misalnya, tidak jujur, benci, pikiran cemar, sombong, serakah, tidak hormat kepada Allah. Mengapa? Karena sifat manusia kita sudah dicemari oleh dosa. Kita, anak-anak Adam dan Hawa, telah mewarisi kecenderungan berbuat salah. Kita tidak berdaya untuk terbang dalam kesucian Allah. Kita tunduk di bawah hukum gravitasi dosa!



Yohanes Pembaptis berkhotbah dengan tegas dan tajam. Banyak orang diinsyafkan atas dosa-dosa mereka. Sebagai tanda keinsyafan dan pertobatan, mereka memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis.Itu ungkapan tekad mereka meninggalkan dosa dan harapan bahwa seterusnya mereka akan hidup dalam kesucian. Namun Yohanes Pembaptis mengingatkan bahwa baptisan yang ia berikan tidak dapat mengubah mereka menjadi suci. Pertobatan tidak sama dengan pembaruan hati. Manusia perlu dilahirkan kembali sebab dosa telah membuat kita mati. Kita butuh diciptakan ulang, dilahirkan kembali, diberi hati baru!

Syukur bahwa Yesus Kristus berkuasa melakukan yang Yohanes Pembaptis tidak sanggup. Ia datang untuk menggenapi rencana penyelamatan dari Allah untuk manusia. Ia sudah memberikan hidup-Nya untuk menghidupkan kita yang mati rohani. Ia berkuasa membaptiskan kita dalam Roh Allah, yaitu baptisan pembaruan hati. Dengan dibaptiskan Roh kita dilahirkan baru. Sifat Kristus terbit dalam hati kita. Bahwa kita beriman kepada-Nya, mengasihi Dia, memiliki dorongan hati untuk menaati firman-Nya, adalah akibat dari Roh-Nya melahirkan kita kembali. Adakah tanda-tanda hidup dari Roh itu dalam Anda?


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/03/14/

Thursday, March 12, 2009

Potret Seorang Anak

Seorang pria yang kaya raya dan anaknya lelakinya sangat senang mengkoleksi karya-karya seni yang eksklusif. Mereka memiliki karya-karya besar di dalam koleksi mereka, dari Picasso sampai Rafael. Mereka suka duduk bersama dan mengagumi karya-karya seni hebat tersebut.

Pada saat pecahnya perang Vietnam, anak lelakinya pergi perang. Dia seorang yang sangat pemberani dan meninggal di medan perang pada saat menyelamatkan seorang tentara lainnya. Ayahnya menerima pemberitahuan tersebut dan sangat berduka-cita atas meninggalnya anak lelaki satu-satunya.

Satu bulan kemudian, sebelum hari Natal tiba, ada ketukan pada pintu rumah pria tua tersebut. Seorang pria muda berdiri dengan membawa paket besar di tangannya. Dia berkata, "Tuan, Anda tidak mengenal saya, tetapi saya adalah tentara yang telah diselamatkan oleh anak Anda. Dia menyelamatkan banyak orang pada hari itu, dan dia membawa saya ke tempat yang aman dimana pada saat itu peluru menghantam dia pada jantungnya dan ia langsung meninggal. Dia sering bercerita mengenai Anda, dan cinta Anda pada karya seni."

Pria muda itu memberikan paketnya.

"Saya tahu ini tidak banyak. Saya bukan seorang pelukis yang besar, tetapi saya berpikir anak Anda menginginkan Anda untuk memiliki ini."

Ayah itu membuka paketnya. Itu adalah potret anak lelakinya, dilukis oleh pria muda itu. Ayah itu memandang potret tersebut dengan sangat kagum. Tentara muda itu berhasil menggambarkan kepribadian anaknya pada lukisan tersebut. Ayah tersebut sangat tertarik dengan mata anaknya pada potret itu sehingga matanya sendiri dipenuhi dengan air mata. Dia berterima kasih kepada pria muda tersebut dan menawarkan untuk membayar lukisan tersebut.

"Oh, tidak tuan, saya tidak mungkin dapat pernah membayar apa yang telah anak Anda lakukan untuk saya. "Ini adalah hadiah."

Ayah tersebut menggantung potret anaknya. Setiap ada tamu yang datang ke rumahnya dia membawa mereka untuk melihat potret anak lelakinya sebelum dia menunjukkan karya seni besar lainnya. Pria itu meninggal beberapa bulan kemudian. Lalu diadakan suatu lelang yg besar untuk lukisan-lukisannya. Banyak orang-orang penting yang berkumpul dan sangat antusias untuk dapat melihat karya-karya besar itu dan memiliki kesempatan untuk membeli salah satu dari koleksi tersebut. Pada panggung dipajang potret anak lelakinya.

Petugas lelang itu memukulkan palunya. "Kami akan memulai lelang ini dengan menawarkan potret dari anak laki-lakinya. Siapa yang akan mulai menawar lukisan ini?" Keadaan menjadi sunyi senyap. Kemudian suara datang dari belakang ruangan berteriak "Kami ingin melihat lukisan-lukisan yang terkenal. Lewati saja yang ini. "Tetapi petugas lelang berkata dengan tegas, "Adakah yang akan menawar lukisan ini? Siapa yang ingin memulai pelelangan ini? $100, $200?" Ada suara lain yang berteriak dengan marah. "Kami tidak datang untuk melihat lukisan ini. Kami datang untuk melihat lukisan karya Van Goghs, Rembrandts. Mulailah penawaran yang sesungguhnya!" Tetapi petugas lelang tersebut masih terus berteriak. "Anak lelaki! Anak lelaki! Siapa yang akan mengambil anak lelaki ini?"

Akhirnya, ada suara yang datangnya dari ruangan yang paling belakang. Itu adalah tukang kebun yang sudah bekerja sekian tahun dengan pria dan anaknya. Saya memberi $10 untuk lukisan itu." Sebagai orang yang miskin, itu adalah semua yang dapat dia berikan. "Ini ada penawaran $10, siapa yang akan menawar $20?" Tetapi orang banyak berteriak, "Berikan kepadanya untuk $10. Mari lihat karya-karya hebat lainnya." Petugas lelang berteriak lagi, "$10 adalah penawarannya, apakah ada yang mau menawar $20?"

Hadirin mulai marah. Mereka tidak mau potret anak lelaki itu. Mereka hanya mau karya-karya seni yang berharga untuk menambah koleksi mereka. Petugas lelang itu memukulkan palunya. "Satu, dua, dan terjual seharga $10!" Seorang pria yang duduk di baris kedua berteriak. "Sekarang mari kita teruskan dengan koleksinya!"

Petugas lelang meletakkan palunya.

"Maafkan saya, pelelangan ini sudah berakhir. Ketika saya dipanggil untuk melaksanakan pelelangan ini, saya diberitahu akan permintaan rahasia di warisan pria itu. Saya tidak boleh membocorkan permintaan rahasia tersebut sampai pada saat pelelangan berakhir. Hanya lukisan anak lelaki itu yang akan dilelangkan. Siapapun yang membeli lukisan tersebut akan mewarisi seluruh kekayaan, termasuk lukisan-lukisan yang lain. Orang yang membeli anak lelaki itu mendapatkan semuanya!"

Tuhan memberikan anaknya 2,000 tahun yang lalu untuk meninggal dengan kejamnya diatas kayu salib. Seperti kebanyakan dari pelelangan, Pesannya hari ini adalah, "Anak lelaki, anak lelaki, siapa yang mau menerima anak lelaki?

- Anny H.
sumber : http://www.cahayapengharapan.org/artikel/texts/potret_seorang_anak.htm

Ingat Bebek Itu

Ada seorang anak laki-laki, Johny berlibur di rumah kakek dan neneknya di pertanian. Dan dia diberikan mainan ketapel untuk bermain di hutan. Dia berlatih di hutan, tetapi dia tidak pernah dapat membidik suatu target. Dan karena kecapaian dia menjadi putus asa, dia kembali ke rumah untuk makan malam. Dalam perjalanannya kembali ke rumah dia melihat bebek peliharaan neneknya. Dengan tiba-tiba dia membidikkan ketapelnya dan mengenai bebek itu tepat di kepalanya, dan langsung membunuhnya. Dia sangat kaget dan berduka. Karena panik dia menyembunyikan bebek yang telah meninggal di antara tumpukan kayu, kemudian dia melihat kakak perempuannya Sally yang telah melihat kejadian itu, tetapi Sally tidak berkata apa-apa.

Pada hari itu setelah makan siang nenek berkata, "Sally, mari kita mencuci piring." Tetapi Sally berkata, "Nek, Johny berkata kepada saya dia akan membantu di dapur hari ini, iyah-kan Johny?" dan kemudian dia berbisik kepadanya, "Ingat, bebek itu?" maka Johny mencuci piring-piring itu.

Kemudian kakek bertanya apakah anak-anak ingin pergi memancing, dan nenek berkata, "Maaf tapi saya ingin Sally membantu untuk mempersiapkan makan malam." Tetapi Sally tersenyum dan berkata, "Oh, tidak apa-apa karena Johny berkata kepadaku dia ingin membantu." Dan kemudian dia berbisik lagi, "Ingat bebek itu?" Maka Sally pergi memancing dan Johny tidak.

Setelah beberapa hari Johny mengerjakan tugas-tugasnya dan juga tugas Sally. Dia akhirnya tidak tahan. Dia datang kepada neneknya dan mengakui dia telah membunuh bebek itu. Neneknya membungkuk dan memeluk Johny, dan berkata, "Sayang, nenek tahu. Nenek waktu itu berdiri di depan jendela dan melihat semua kejadian itu. Tetapi karena saya mengasihi-mu, saya memaafkan-mu. Tetapi nenek hanya berpikir berapa lama lagi kamu akan membiarkan Sally memperbudak kamu."

Saya tidak tahu apa masa lalu-mu. Saya tidak tahu dosa apa yang musuh terus dilemparkan ke wajah-mu dan menghantui hati nurani-mu. Tetapi apapun itu, saya ingin kamu mengetahui sesuatu. Yesus berdiri di jendela. Dan dia melihat seluruhnya. Tetapi karena dia mengasihimu, Dia telah mengampuni-mu. Kemungkinan Dia juga berpikir berapa lama kamu akan membiarkan musuh memperbudak kamu. Sesuatu yang besar mengenai Tuhan adalah Dia tidak hanya mengampuni, tetapi Dia juga melupakan!!!

Yohanes 1.9 Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.

-ah
Sumber :http://www.cahayapengharapan.org/artikel/texts/ingat_bebek_itu.htm

Bukan Karena Harta

Markus 10:17-27

"... Meskipun saya susah, menderita dalam dunia, saya mau ikut Yesus sampai s'lama-lamanya." Bagi Anda yang biasa menggunakan Kidung Jemaat, Anda tentu tahu penggalan lagu itu (KJ 375). Lagu itu sering dinyanyikan dengan nada sendu bagai ingin menunjukkan kesungguhan ikut Yesus. Namun bila kita tanyakan diri kita sendiri, seberapa jauh dan sungguhkah kita ingin ikut Yesus?

Seorang kaya yang ingin memperoleh hidup kekal ternyata belum benar-benar serius memiliki keinginan itu. Ia memang telah melakukan semua hukum Taurat, bahkan sejak masa mudanya (ayat 20). Ia mengira bahwa ketaatannya itu bisa menjadi modal untuk memiliki kehidupan kekal. Namun ketika ada syarat yang Yesus ajukan, yaitu untuk menjual harta kekayaannya, ia merasa keberatan (ayat 22). Bagi dia, harta kekayaannya


jauh lebih berharga daripada harta di surga yang belum kelihatan. Mungkin dia telah bersusah payah untuk mendapatkan harta sebanyak itu. Lalu bagaimana mungkin ia harus membagikannya begitu saja kepada orang lain, meski mereka miskin? Lagi pula bagaimana ia dapat hidup selanjutnya? Ternyata ia telah menyandarkan hidupnya pada hartanya. Penolakannya untuk berpisah dari hartanya memperlihatkan bahwa ia telah menjadikan harta sebagai berhala. Kekayaannya telah membuat dia menolak hidup kekal.

Kekayaan memang dapat membuat orang merasa tidak memerlukan Allah. Haus harta dapat menggantikan kehausan akan kebenaran. Meski demikian, Yesus bukan sedang mengajarkan bahwa orang miskin lebih mudah masuk surga atau bahwa tiap orang harus melepaskan kekayaannya. Namun tiap orang harus menyadari kebutuhannya akan Allah. Semua orang harus sadar bahwa tidak ada sesuatu apapun yang bisa dilakukan untuk memperoleh hidup kekal. Hidup kekal hanya bisa diperoleh dengan harga yang sangat mahal. Dan hanya Yesuslah yang dapat membayar harga itu.

Syukur kepada Allah karena hidup kekal itu bisa kita terima dengan menerima Kristus sebagai Juruselamat kita.


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/03/12/

Wednesday, March 11, 2009

MENGENAL DAN MEMOTIVASI ORANG-ORANG YANG KITA PIMPIN

MENGENAL DAN MEMOTIVASI ORANG-ORANG YANG KITA PIMPIN (I)

e-Leadership 42 -- 11/03/2009

DAFTAR ISI
EDITORIAL
ARTIKEL: Mengerti Siapa Berarti Mengerti Bagaimana
KUTIPAN
INSPIRASI: Cara Berbeda untuk Orang Berbeda
JELAJAH SITUS: Christian Leadership Alliance
STOP PRESS: Baru! Publikasi e-Doa

==================================**==================================
EDITORIAL

Agar dapat menghadapi seseorang dengan baik, tentu saja kita harus mengenal orang tersebut terlebih dahulu; bagaimana karakternya dan bagaimana sebaiknya ia disikapi. Hal ini merupakan salah satu hal yang terpenting dalam dunia kepemimpinan. Seorang pemimpin sudah seharusnya mengenal orang-orang yang dipimpinnya sehingga pada akhirnya ia mampu menghadapi mereka dengan cara yang tepat.

Artikel yang telah kami sediakan di bawah ini memaparkan beberapa jenis karakter besar manusia yang ditemui Yesus dalam tiga setengah tahun masa pelayanan-Nya, serta bagaimana Yesus menghadapi masing-masing jenis karakter manusia tersebut. Diharapkan, melalui artikel ini, kita semua dapat lebih mengenal karakter-karakter manusia dengan lebih baik dan pada akhirnya mampu menghadapi mereka dengan tepat serta membantu mereka menjadi termotivasi dan bertumbuh.

Selamat menyimak, semoga artikel ini, beserta dengan bahan
inspiratif yang ada di kolom Inspirasi dan ulasan situs kepemimpinan
Kristen yang sudah kami siapkan, dapat menjadi berkat bagi Anda.

Sampai jumpa di bagian kedua topik ini yang akan memaparkan seni
memotivasi orang lain.

Pimpinan Redaksi e-Leadership,
Dian Pradana
http://lead.sabda.org
http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership

"Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong
dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." (Ibrani 10:24)
< http://sabdaweb.sabda.org/?p=Ibrani+10:24 >

==================================**==================================
ARTIKEL

MENGERTI SIAPA BERARTI MENGERTI BAGAIMANA

Rata-rata pukulan kena pemain kasti meningkat seiring dengan kemampuannya memperkirakan jenis lemparan bola yang ditujukan kepadanya. Ketika dia telah memperkirakan lemparannya akan seperti apa, dia tahu bagaimana harus meresponsnya dan memampukannya untuk lebih sering memukul bola dengan tepat. Demikian juga dengan kepemimpinan; kepemimpinan melibatkan dua hal: perkiraan dan respons. Jika Anda mengetahui tipe orang yang Anda pimpin, Anda akan mengetahui bagaimana harus menghadapi mereka. Artikel ini bukanlah tentang strategi komprehensif kepemimpinan, namun sebuah cetak biru kepemimpinan. Dengan kerangka ini, Anda akan lebih cermat mengamati relasi Anda, baik dengan keluarga, teman, gereja, rekan sekerja, dan lain-lain.

Tidak mudah menggolongkan manusia. Namun, ada tiga kategori besar manusia yang selalu muncul dalam masa pelayanan Yesus, yang sering kali juga kita temui dalam kehidupan kita. Yesus tidak hanya menemui tiga jenis karakter manusia, tapi Ia biasanya juga memiliki standar untuk merespons masing-masing karakter tersebut.




TIGA JENIS MANUSIA

1. Orang yang terbeban adalah mereka yang mengalami masalah dalam kehidupannya -- penyakit keras, perceraian, dan kematian dalam keluarga, ketidakberuntungan dalam keuangan, serta beberapa malapetaka lainnya yang telah merampas sikap dan energi normal mereka. Dalam hal kedewasaan rohani, mereka sedang mengalami satu masa dalam kehidupan yang menuntut perhatian yang sifatnya mendesak. Mereka tidak bergerak untuk sementara, dilumpuhkan oleh beban masalah tersebut.

2. Beda dengan orang-orang terbeban yang dibentuk oleh keadaan, orang-orang yang tak bisa diajar, dibentuk oleh kepercayaan diri yang terlalu berlebihan. Mereka tidak fleksibel, keras kepala, dan berhati keras. Dimotori dengan kebanggaan dan kepercayaan bahwa dirinya benar, hati mereka telah dilatih untuk menolak petunjuk atau pun koreksi. Mereka terancam oleh orang yang mereka anggap menggurui. Mereka menentang apa pun yang di luar kebiasaan. Hati mereka menolak petunjuk dan nasihat alkitabiah.

3. Orang yang stabil adalah individu yang dapat diajar, yang bebas dari segala jenis masalah kehidupan. Sebagian besar orang Kristen seperti ini, baik yang masih muda maupun yang telah dewasa secara rohani. Dan lagi, mereka mudah didekati. Umumnya, hidup mereka bebas dari masalah dan teratur meski mereka sibuk dan memiliki sedikit masalah.

MENGHIBUR YANG TERBEBAN

Yesus memiliki sebuah respons strategis saat Dia bertemu dengan orang-orang yang terbeban. Yesus memimpin mereka dengan menghibur mereka. Ketika tangan anak Anda terluka karena mengabaikan peringatan Anda untuk tidak bermain dengan pisau, jika Anda bijak, Anda tentunya tidak akan memarahinya (setidaknya menundanya), namun menghiburnya. Yesus bertemu dengan banyak orang yang terbeban, dan Ia menghibur mereka. Ia sadar bahwa instruksi dan teguran tidak akan berhasil pada situasi seperti itu.

Alkitab menceritakan lusinan kisah Yesus menghibur mereka yang terbeban. Sering kali, penghiburan itu berupa kesembuhan fisik. Yesus mentahirkan penderita kusta yang memohon kesembuhan (Markus 1:40-42). Yesus memulihkan Ibu mertua Petrus yang sakit (Matius 8:14-15). Yesus memberikan penghiburan kepada Bartimeus dengan mencelikan matanya (Markus 10:46-52). Yesus juga memberikan penghiburan kepada orang yang terbeban karena stres dan kehilangan orang yang dicintai. Yesus menyembuhkan seorang hamba orang Romawi yang berteriak-teriak memanggil Dirinya, sehingga tuannya disembuhkan (Matius 8:5-13). Yesus tidak berusaha mengajar seorang janda yang anak tunggalnya baru saja mati. Menyadari bahwa janda tersebut sedang bingung, Yesus memberikan penghiburan kepada janda itu dengan membangkitkan anaknya (Lukas 7:11-15). Sewaktu murid-murid mengetahui bahwa Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya, Yesus memberikan penghiburan kepada mereka dengan memberikan waktu untuk berduka (Markus 6:27-32). Bahkan di kayu salib, Yesus menenangkan seorang kriminal yang disalib di sampingnya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Lukas 23:43). Yesus menenangkan ibunya -- yang sangat terbeban karena penderitaan salib dan kematian yang harus dialami-Nya -- saat meminta Yohanes untuk menjaganya (Yohanes 19:26-27). Dia telah memberikan penghiburan kepada banyak orang dengan mukjizat dan firman selama karya pelayanannya, Yesus menyatakan diri setelah kebangkitannya dari maut dengan berkata kepada murid-murid: "Jangan takut" (Matius 28:10) dan "Damai sejahtera menyertai engkau" (Yohanes 20:19, 21, 26). Sewaktu Yesus bertemu dengan orang yang "lumpuh" karena beban masalah, Yesus memimpin mereka dengan menghibur mereka. Hal ini harus kita teladani.

Saat seorang teman merasa sangat terbeban karena harus menitipkan orang tuanya ke panti jompo, dia membutuhkan penghiburan lebih daripada yang lain, dan saya merupakan alat Tuhan yang paling potensial untuk melakukannya. Bisa dengan mengunjunginya, mengirim karangan bunga, mengirim surat-surat yang menyemangatinya, berdoa bersama, atau sekadar menjadi pendengar yang baik (yang terbukti efektif bagi teman saya). Selain itu, saya juga telah menghibur banyak orang terbeban yang lain. Sikap berhati-hati di dalam membangun relasi memampukan saya melihat kesempatan-kesempatan itu dengan lebih jelas. Pikirkan seseorang yang sedang mengalami masalah hidup. Bagaimana Anda dapat membantunya?
TEGAS TERHADAP YANG BEBAL

Jika orang yang terbeban melihat sisi lembut Yesus, orang yang bebal
melihat sisi keras dari Yesus. Yesus tidak memberikan firman yang
menenangkan atau mengampuni perilaku mereka. Namun, kepemimpinan-Nya
keras. Dengan tegas dan lugas, Dia menegur orang yang keras hati,
tak peduli status dan jabatannya.

Dalam pelayanan-Nya, sebagian besar orang-orang yang keras hatinya adalah para pemimpin agama. Yesus menentang ketidakfleksibelan pandangan orang Farisi tentang Sabat dengan menyembuhkan orang yang tangannya mati (Lukas 6:6-11; lihat juga teguran Yesus terhadap pegawai sinagoga yang menentang kegiatan-Nya pada hari Sabat dalam Lukas 13:10-17). Ketika orang Farisi yang bebal menguji Yesus tentang perceraian, Yesus menegur mereka (Matius 19:8). Yesus menolak dan menegur mereka saat orang-orang Farisi meminta sebuah tanda (Matius 12:38-45; lihat juga Matius 16:1-4 ketika Yesus menolak permintaan yang sama). Yesus menentang orang-orang Saduki yang merasa diri benar, padahal mereka salah memahami Injil (Matius 22:29). Yesus menentang Simon orang Farisi dengan perumpamaan dan pengajaran singkat mengenai kelemahlembutan setelah dia mempertanyakan kepantasan seorang perempuan yang membasuh kaki-Nya (Lukas 7:36-50).

Yesus juga meluruskan kebodohan dengan teguran. Hal ini biasanya
nampak saat Dia memimpin para murid-Nya, yang kadang susah diajar.
Mereka ditegur karena tidak taat di Taman Getsemani (Matius 26:36-46) dan dalam perjalanan ke Emaus (Lukas 24:25-26). Yesus juga
menentang kebodohan mereka (Markus 7:18) dan ketidakpercayaaan
mereka (Matius 14:31; 17:20; Markus 4:40; Lukas 8:25; lihat juga di
Yohanes 20:27-29), dan kadang Dia menyatakan secara gamblang
kekerasan hati mereka (Markus 8:17; lihat juga Markus 6:52). Ketika
para murid membicarakan siapa yang tebesar di antara mereka, Yesus
menanggapi kesombongan diri mereka dengan sebuah pernyataan yang
tegas: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia
menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya"
(Markus 9:35). Yesus secara konsisten menegur orang yang tidak bisa
diajar.

Sayangnya, kita semua mengetahui orang-orang dengan karakter seperti ini. Bahkan, saya dulu pun juga termasuk orang yang tidak mau diajar, sampai orang yang mengenalkanku pada Kristus menyodorkan sebuah ayat dan akhirnya saya bertobat.

Teguran dapat berupa sebuah pertanyaan, sebuah bagian di dalam
Alkitab, atau pertentangan, yang semuanya harus dilakukan dengan
kelemahlembutan. Kemampuan Yesus yang dengan keras menegur orang
yang tidak bisa diajar, berakar dari kemampuan-Nya untuk memahami
hati manusia secara tepat. Karena kita kurang mampu seperti Yesus,
Paulus mengingatkan kita untuk "ramah terhadap semua orang ... dan
dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan (2
Timotius 2:24-25). Ketika harus menemui orang yang keras hati dan
bebal, mintalah kepada Tuhan roh kelemahlembutan dan keberanian
untuk menghadapi mereka.

MENANTANG ORANG YANG STABIL

Jutaan orang sehat berolahraga setiap hari supaya bertambah kuat dan sehat. Menyadari bahwa hidup orang seperti ini juga harus bertumbuh secara rohani, Yesus mencoba mendidik mereka dan membuat mereka "merasa tidak nyaman" dengan perkataan atau tindakan yang menantang.

Para murid Yesus adalah orang-orang yang stabil saat Yesus menemui mereka untuk pertama kalinya, jadi Dia menantang mereka untuk meninggalkan cara hidup mereka dan mengikut-Nya (Matius 4:19; Lukas 5:27; Yohanes 1:43). Ia menantang Simon Petrus (seorang nelayan musiman yang kurang beruntung) untuk memercayai-Nya dengan menebarkan jala untuk kali terakhir (Lukas 5:4-6). Perempuan Samaria di sumur juga Ia tantang dengan suatu tantangan yang kemudian memperluas pemahamannya akan budaya, penyembahan, dan akhirnya identitas Yesus sendiri. Yesus menyatakan diri bahwa Dia adalah Mesias yang dijanjikan, dan memberikan keselamatan padanya dan banyak orang di kotanya (Yohanes 4:7-42). Yesus menyingkapkan kesulitan-kesulitan dalam pemuridan kepada kedua belas murid-Nya yang stabil: "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku" (Matius 10:38-39). Saat memberi makan 5.000 orang, Yesus menyuruh murid-murid-Nya, "Kamu harus memberi mereka makan!" (Markus 6:37); Yesus menantang mereka untuk mempertimbangkan persediaan makanan yang mereka miliki. Yesus pernah menantang para pengikut-Nya dengan "perkataan keras" yang membuat banyak orang meninggalkan-Nya (Yohanes 6:53-60). Ketika Petrus bertanya kepada Yesus tentang seberapa banyak ia harus mengampuni saudaranya, jawaban Yesus memperluas pemahaman Petrus tentang pengampunan (Matius 18:21- 22). Seorang pejabat muda yang kaya pergi dengan hati yang sedih karena tidak mampu memenuhi tantangan Yesus untuk merelakan segala hartanya (Matius 19:16-22). Setelah kebangkitan-Nya, Yesus menantang Petrus untuk menggembalakan domba-Nya (Yohanes 21:15-17). Bahkan, Amanat Agung Tuhan pun menantang orang yang stabil dan menguji batas kemampuan mereka (Matius 28:18-20).

Yesus biasanya tidak menantang orang bebal karena Yesus tahu mereka
akan menolaknya. Yesus juga tidak menantang orang-orang yang
berbeban berat karena masalah hidup, karena Dia tahu mereka tidak
dapat menanggapinya. Sebagai seorang pemimpin yang bijak, Yesus pun
menjadi seorang murid, dan menyimpan tindakan dan kata-kata-Nya yang
menantang untuk mereka yang stabil.

Kebanyakan orang adalah orang yang stabil. Tuhan memakai mereka pada saat mereka dapat bertahan untuk dididik dalam perjalanan spiritual mereka. Saya pernah menantang seorang teman untuk menginjili, dan kini ia pun aktif menginjili. Kadang, cara terbaik untuk belajar menantang seseorang yang hidupnya stabil adalah dengan bertanya kepada mereka: "Kira-kira langkah apa yang harus Anda ambil dalam perjalanan Anda bersama Yesus Kristus?" Dengarkan dengan saksama jawaban mereka, dan tawarkan bantuan dan tanggung jawab Anda.

Bukan Sebuah Formula yang Kaku

Kepemimpinan tidak kaku; Yesus tidak selalu merespons seseorang dengan sesuai dengan jenis karakternya. Saat Lazarus sakit, Maria dan Marta memberi kabar kepada Yesus supaya datang dan menyembuhkan saudara mereka. Bukannya datang untuk menyembuhkan Lazarus, Yesus menunda kedatangan-Nya hingga Lazarus mati. Yesus mendidik mereka bahkan sewaktu mereka mengalami krisis hidup. Yesus akhirnya memberikan kelegaan kepada Maria dan Marta dengan membangkitkan Lazarus dari kematian (Yohanes 11). Sewaktu para murid membangunkan Yesus di tengah badai, pertama-tama Yesus menenangkan mereka dengan meredakan badai itu, dan kemudian Dia menegur hati mereka yang bebal: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" (Markus 4:40). Nikodemus, orang Farisi yang mendatangi Yesus waktu malam, awalnya ditantang dengan pengajaran baru tentang "kelahiran kembali", tapi Yesus juga menegurnya: "Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?" (Yohanes 3:10). Yang terakhir, seorang perempuan Kanaan yang meminta Yesus untuk menyembuhkan anak permpuannya yang kesurupan, imannya ditantang sebelum ia mendapatkan kelegaan (Matius 15:22-26). Kita seharusnya memerhatikan hal-hal ini dan juga pengecualian yang lain dalam memimpin, sering-seringlah memodifikasi "resep" daripada terus-menerus menggunakan resep yang sama.

Tak Ada Orang yang Terlewat

Mari kita hadapi: Memimpin adalah kerja keras. Keterlibatan mendalam
pada kehidupan orang lain tidaklah mudah. Kita telah dipanggil untuk
memimpin, dan setiap orang Kristen rindu akan pimpinan. Tidak ada
salahnya memiliki sebuah pelayanan yang khusus melayani salah satu
kategori di atas, tapi sebuah pelayanan yang menghindari dan
mengabaikan semua kategori anak-anak Tuhan adalah tidak seimbang.
Yesus memberi teladan sebuah pelayanan yang seimbang dengan
merespons secara tepat setiap orang yang Dia temui. Kalau kita
mengikuti teladan Yesus dalam pelayanan yang seimbang, kita tidak
akan melewatkan kebutuhan banyak orang di dalam kehidupan kita.

Orang di setiap kategori bisa dengan mudah terlewatkan jika kita memunyai mentalitas yang sempit. Sayangnya, hal itu adalah sesuatu yang umum. Orang yang terbeban kadang terabaikan karena mereka terkesan berantakan. Padahal, mereka menangis meminta pertolongan. Lihat saja orang-orang terbeban yang berkenalan dengan Yesus: Yairus, yang anak perempuannya hampir mati (Markus 5:22-24, 35-42); perempuan penderita pendarahan selama dua belas tahun yang mendekati dan menjamah jubah Yesus (Markus 5:25-34); dua orang buta yang memanggil-manggil Yesus sewaktu Ia melintas (Matius 20:30-34). Orang yang terbeban meminta kelegaan, dan Yesus tak pernah melewatkan seorang pun. Orang bebal sering kali terlewatkan karena teguran itu sulit dan tidak enak untuk dilakukan. Namun, Yesus tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menegur orang bebal. Ia bahkan menghampiri mereka untuk menegur mereka. Orang yang stabil sering terlewatkan karena kestabilan tidak memerlukan respons yang mendesak. Banyak pemimpin terlalu sibuk untuk mengurusi "suara" orang yang terbeban sehingga tidak memerhatikan "kebisuan" orang yang stabil.

Kesimpulan

Pukulan setiap pemain kasti profesional bertambah baik dari waktu ke waktu; hal ini sama dengan kepemimpinan. Hanya Yesus yang memunyai rekor pukulan sempurna, dan Dia memberikan kepada kita banyak teladan untuk membantu kita meningkatkan pukulan kita. Kepemimpinan, layaknya kasti, memerlukan perkiraan dan respons. Jika kita mengenal tipe orang yang dengannya kita bekerja, kita akan mampu membantu orang yang kita pimpin untuk bertumbuh. (t/Dian dan Adwin)

Diterjemahkan dan diringkas dari:
Nama situs: bible.org
Judul asli artikel: Customize Your Leadership: Knowing Who Means
Knowing How
Penulis: Jeff Miller, Th. M.
Alamat URL: http://www.bible.org/page.php?page_id=5167

==================================**==================================
KUTIPAN

Setiap orang tidak sama -- mereka membutuhkan motivasi yang berbeda.

==================================**==================================
INSPIRASI

CARA BERBEDA UNTUK ORANG BERBEDA

Selama bertahun-tahun, orang mengira bahwa gaya kepemimpinan yang terbaik adalah gaya "partisipasif" -- gaya kepemimpinan yang menekankan pentingnya kemampuan untuk mendengarkan para pengikut Anda serta melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan otokratis -- gaya kepemimpinan di mana sang pemimpin memegang kendali dan menyuruh orang-orangnya bekerja -- dianggap tidak tepat.

Pada tahun 1960-an, saya dan seorang teman, Paul Hersey, mempertanyakan asumsi-asumsi itu. Masalah yang kami temukan adalah bahwa dengan meminta anggota-anggota yang kurang berpengalaman dalam sebuah tim untuk berpastisipasi dalam suatu pengambilan keputusan malah berujung pada "kumpulan sikap cuek". Ada orang yang membutuhkan gaya kepemimpinan yang "memerintah" sehingga pengetahuan dan keterampilannya menjadi matang. Respons kami adalah mengembangkan konsep yang disebut "situational leadership", yang dapat dirangkum dengan kalimat, "Cara yang berbeda untuk orang-orang yang berbeda."

Jadi, gaya kepemimpinan yang manakah yang paling baik? Tentu saja yang cocok dengan perkembangan kebutuhan orang dengan siapa Anda bekerja.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Hati Seorang Pemimpin
Judul asli buku: The Heart of A Leader
Penulis: Ken Blanchard
Penerjemah: Drs. Arvin Saputra
Penerbit: Interaksara, Batam Centre 2001
Halaman: 71

Seperti Anak-Anak

markus 10:13-16
Perhatian terhadap anak-anak di zaman modern ini sudah cukup baik. Orang tua masa kini mengupayakan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Makanan pun selalu diusahakan makanan sehat,bukan asal kenyang.

Budaya Yahudi menganggap anak-anak tidak berarti apa-apa. Budaya tersebut mempengaruhi kesan awal para murid ketika orang membawa anak-anak kecil pada Yesus. Bagi mereka, anak-anak merupakan gangguan. Sebab itu mereka melarang orang membawa anak-anak kepada Yesus. Namun Yesus tidak berpikir begitu. Ia marah ketika anak-anak

itu dihalanghalangi untuk datang kepada-Nya (ayat 14). Akan tetapi, Yesus malah memeluk dan memberkati mereka. Tindakan ini memperlihatkan bahwa Tuhan tidak menyepelekan anak-anak. Ia menghargai anak-anak. Mereka adalah milik-Nya juga. Ia tahu bahwa mereka pun memerlukan Dia, dan karena itu mereka pun harus dilayani. Sebab itu orang dewasa seharusnya membuka jalan bagi anak-anak untuk datang pada Yesus dan bukan malah jadi penghalang.

Selain itu, Yesus juga memperlihatkan kualitas seorang anak sebagai gambaran penting bagi orang yang ingin memasuki kerajaan Allah (ayat 14). Ia memang tidak menjabarkan kualitas macam apa yang dimiliki anak-anak. Namun mari kita perhatikan kualitas yang dimiliki anak-anak tanpa melihat latar belakang ras, budaya, atau apapun. Anak-anak dimanapun selalu berpikir sederhana. Mereka juga selalu merasa membutuhkan pertolongan orangtuanya. Maka bila merasa membutuhkan pertolongan dan perhatian, tanpa malu-malu mereka akan dengan segera berteriak meminta pertolongan dan perhatian orangtuanya. Inilah kualitas yang perlu ada dalam diri orang yang memasuki kerajaan Allah. Ketika me-nyadari bahwa diri kita perlu Tuhan, janganlah mempertimbangkan terlalu banyak hal yang memberatkan kita untuk datang pada Dia. Seperti seorang anak, datanglah segera secara spontan dan nyatakan bahwa kita memerlukan Dia. Niscaya Dia akan menyambut kita.


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/03/11/

Memutilasi Diri?

Markus 9:42-50

Tuhan tidak menghendaki umat-Nya melakukan dosa. Karena itu bila ada orang yang menyebabkan orang lain berdosa, maka ia harus menerima ganjaran (ayat 42). Bahkan bila salah satu anggota tubuh kita menyebabkan kita berbuat dosa, Tuhan menyuruh kita
untuk membuangnya. Terdengar ekstrim? Memang. Namun Tuhan tidak akan memberikan perintah tanpa suatu sebab.

Selanjutnya mari kita berpikir, apakah dengan memutilasi diri maka kita langsung dapat mengontrol dosa? Sesungguhnya dosa adalah masalah hati. Jika kita memotong tangan kanan, masih ada tangan kiri yang dapat melakukan dosa. Dan jika kita memotong semua anggota tubuh, masih ada pikiran dan hati yang dapat berbuat dosa. Maka kita melihat bahwa sesungguhnya yang Tuhan inginkan adalah keaktifan kita melawan segala sesuatu yang akan menjauhkan kita dari Tuhan. Sebab pencobaan datang melalui tangan dengan apa yang kita lakukan, melalui kaki dengan tujuan kita pergi, dan melalui mata dengan apa yang kita lihat. Aktif melawan dosa sangat perlu kita lakukan karena bila tidak, nerakalah yang akan menjadi bagian kita (ayat 47). Untuk itu murid Tuhan perlu melatih diri agar tidak kehilangan upah imannya.



Dalam kehidupan sebagai murid Tuhan, kita tidak akan lepas dari ujian-ujian yang diberikan Allah. Ujian itu bagai garam pada makanan yang akan memberi rasa serta mencegah pembusukan (band. ak. 1:2-4). Namun jika garam menjadi tawar, maka hasil yang diinginkan tak akan tercapai. Begitu pula jika kita tidak memandang penting ujian dari Allah, kita bisa menjadi kebal sehingga ujian itu tidak lagi mendatangkan manfaat bagi kita.

Maka bagi kita yang telah memiliki anugerah yang menyelamatkan, berdoalah senantiasa agar kita tidak jatuh ke dalam dosa. Hiduplah dalam damai dan kasih dengan orang lain. Jangan mencari hal-hal besar, tetapi hiduplah dalam kerendahan hati. Semua hal
ini kelihatan sederhana, tetapi akan mendatangkan upah bagi kita.


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/03/09/
Tuesday, March 10, 2009

Doa Orang Beriman

Markus 7:24-30

Kedatangan Yesus di daerah Tirus (kafir), walau diam-diam ternyata diketahui juga. Seorang perempuan Siro-Fenisia tidak dapat menahan diri untuk bertemu Yesus (ayat 25). Ada beban berat yang mendorong dia datang. Anak perempuannya dirasuk setan (ayat 26). Maka saat mendengar bahwa Yesus datang ke daerahnya, tanpa buang waktu ia segera menemui Yesus. Jawaban Yesus ternyata tidak sesuai harapan (ayat 27). Yesus menyebut dia sebagai anjing yang tidak layak menerima makanan yang disediakan bagi anak-anak. Bangsa Israel memang menyebut bangsa-bangsa kafir anjing, karena mereka dianggap najis. Yesus tidak menghina, Ia hanya mengingatkan posisi nonYahudi, yang tidak termasuk dalam perjanjian Allah. Namun si perempuan tidak mundur karena pernyataan ini. Ia sadar siapa dirinya. Ia memang tidak termasuk bangsa Israel yang dilayakkan untuk menerima kasih karunia Tuhan. Namun justru kesadaran itulah yang membuat dia berani berargumen dan meminta 'remah-remah' kasih karunia itu. Dan iman yang gigih ini diperkenan Tuhan. Kerendahan hati membuat harapannya dikabulkan (ayat 29-30)


Pernahkah kita berdoa sedemikian gigih buat orang lain, siapapun dia? Kegigihan dalam berdoa memang perlu. Lamanya menanti jawaban doa kadang-kadang membuat kita merasa tidak ada gunanya berdoa lebih lama lagi. Apalagi bila kita melihat bahwa orang yang kita doakan tetap saja hidup dalam dosa. Namun mari kita bayangkan betapa bersukacitanya perempuan itu ketika menemukan anaknya su-dah dapat tidur karena setan sudah tidak lagi merasuki anaknya. Imannya kepada Kristus dan kegigihannya membuat ia mendapatkan apa yang ia minta dari Tuhan.

Marilah kita tetap bertahan dalam doa-doa kita bagi orang lain. Sebutlah tiap nama yang kita ingin doakan, yang keras, yang berkelakuan paling buruk, maupun yang paling sulit untuk percaya pada Kristus. Mungkin saja kita tidak dapat dengan segera melihat jawaban Tuhan. Namun jangan putus asa, karena Tuhan pasti mendengar kita.

e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/02/24/
Saturday, March 7, 2009

KEPERCAYAAN TRADISIONAL

Bacaan : Kolose 2:6-15
Setahun: Ulangan 26-28

Dalam sebuah artikel di jurnal ilmiah Nature, pernah dibahas bahwa secara alami manusia adalah makhluk yang religius. Itu sebabnya dalam semua kebudayaan tradisional, biasanya ada sistem kepercayaan akan hal-hal gaib. Di Indonesia, hal ini tampak dalam ritual-ritual yang wajib dilakukan sebelum melakukan sesuatu, atau kepercayaan tentang hari-hari baik dan buruk, atau tentang tanda-tanda yang menubuatkan sesuatu akan terjadi.

Sebagai pengikut Kristus, tidak semua tradisi tersebut bisa kita terima begitu saja. Sebab, semenjak kita percaya kepada Yesus, kita hidup hanya di dalam Dia (ayat 6,7). Sementara itu, kita tahu bahwa banyak dari kepercayaan tersebut yang justru membuat kita menjauh dari Dia dan mendekat kepada roh-roh atau hal-hal lain yang bukan Tuhan. Padahal, semua roh dan kekuatan lain tersebut telah ditaklukkan oleh Kristus (ayat 15), sehingga jika kita sudah ada di dalam Dia, maka tidak ada gunanya tunduk dan mengabdi kepada segala hal gaib tersebut.




Memang pada praktiknya, tidak mudah dan tidak selalu bijak pula kalau kita membuang begitu saja segala tradisi yang selama ini dipegang oleh keluarga dan kerabat kita. Oleh karena itu, sejauh yang kita bisa, kita dapat memodifikasi dan memaknai ulang tradisi yang ada sambil pelan-pelan memberi pemahaman kepada keluarga dan kerabat kita. Sebagai contoh, daripada melakukan ritual untuk mencegah roh jahat mengganggu acara yang akan dilaksanakan, lebih baik kita mengadakan acara pemberkatan dan pengucapan syukur kepada Tuhan sambil menjelaskan makna dan alasannya dengan sopan -ALS
BIJAK-BIJAKLAH MENYIKAPI KEPERCAYAAN TRADISIONAL

DENGAN SELALU MENGINGAT BAHWA YESUSLAH TUHAN KITA

Teori Substitusi

Roma 5:8-10

Bagaimana mungkin kematian seorang Yesus dapat menyelamatkan semua orang yang percaya kepada Dia? Jika Allah adil mengapa tidak tiap orang diperlakukan adil seturut kenyataan baik-buruk kehidupan masing-masing?

Pertanyaan penting ini menyangkut inti iman Kristen. Kris-ten percaya bahwa mengimani Yesus yang mati dan bangkit (Rm. 3:24, 25) berakibat pada pembenaran. Bagaimana bisa demikian? Ayat tersebut membuka jalan bagi kesimpulan bahwa kematian Yesus adalah pengganti kita (substitusi). Mari kita memeriksa firman Allah memastikan apakah ajaran ini benar.

Allah bersifat adil, kudus, baik, mengasihi, setia, dlsb., seperti yang Ia nyatakan dalam Alkitab. Karena kita diciptakan untuk bersekutu dengan-Nya, Ia memberi kita petunjuk untuk hidup. Ini diungkapkan Allah dalam berbagai firman yang Ia berikan, antara lain dalam Sepuluh Hukum. Maka kita harus hidup sesuai dengan aturan-aturan kekudusan, kebenaran, kejujuran, ke-setiaan, kemurnian ibadah, dengan sepenuh hati. Bukan saja terhadap Allah, tetapi juga kepada sesama. Masalahnya tidak ada orang yang sanggup secara sempurna memenuhi kriteria Allah. Ada dosa yang kadang atau sering membuat kita melanggar kekudusan Allah, bahkan sampai ketagihan melakukannya. Jika Allah adil, tak mungkin kebaikan kita menebus pelanggaran dosa kita. Kita harus binasa!



Yesus tak pernah kedapatan berdosa. Hubungan-Nya dengan Allah serasi indah. Sikap dan kelakuan-Nya terhadap sesama, sempurna elok! Ia berhasil menjalani hidup yang gagal dijalani Adam dan kita semua. Ia mati bukan karena kesalahan-Nya, tetapi karena menggenapi misi Allah. Untuk apa? Untuk mewujudkan kasih Allah. Allah ingin menyela-matkan manusia dari belenggu dosa, dan membebaskan manusia dari murka-Nya. Namun Ia adil. Pengampunan tak boleh membuat Dia kompromi dengan dosa. Yesus yang hidup-Nya menyukakan Allah itu, layak memberikan nyawa-Nya yang kudus tak bercacat menjadi kurban penebusan dosa. Allah berkenan pada kurban Yesus. Inilah alasan mengapa kematian dan kebangkitan Yesus berkuasa menyelamatkan kita!


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/02/28/


Tanggung Jawab Seorang Intelektual Kristen

Mempelajari Kebenaran
Ada banyak orang yang mencari pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri: itu adalah keingintahuan. Ada orang lainnya yang mencari pengetahuan dengan tujuan agar mereka bisa dikenal: itu adalah keangkuhan. Orang lainnya lagi mencari pengetahuan dengan tujuan menjualnya: itu tidak tcrhormat. Tetapi ada lagi yang mencari pengetahuan agar bisa meneguhkan orang lain: itulah kasih (caritas).

ST. BERNARD OF CLAIRVAUX
Paruh pertama dari hidup di dalam kebenaran adalah mempelajari kebenaran. Mempelajari kebenaran pada dasarnya adalah masalah menerima sesuatu yang diberikan kepada kita. Kebenaran tidak direbut dari realitas, dan seakan-akan kita berada dalam sebuah misi penyerangan. Ini adalah gambaran khas dari Francis Bacon dan Rene' Descartes, tetapi bukan dari Alkitab atau bahkan filsafat sebelum abad ketujuh belas. Sebaliknya, filsafat, pencarian akan kebenaran tentang setiap hal, dimulai dengan rasa ingin tahu. Kita dihadapkan dengan perikeberadaan dari keberadaan (beingness of being). Kita menerima pengetahuan sebagai sebuah karunia dari Allah melalui dunia alam atau dunia yang diciptakan ini, atau dari dunia buku-buku, khususnya Alkitab. Pieper menyatakan hal ini dengan baik:

Bukan hanya pemikir-pemikir Yunani secara umum -- Aristoteles yang
tidak kalah dari Plato -- tetapi para pemikir besar di abad
pertengahan juga, semuanya berpendapat bahwa terdapat satu unsur
"penglihatan" yang secara murni reseptif, bukan hanya di dalam
indra persepsi, tetapi juga di dalam hal mengetahui secara
intelektual atau, seperti dikatakan Heraclitus, "Mendengarkan ke
dalam keberadaan perihal-perihal."


Para pemikir abad pertengahan membedakan antara intelek sebagai ratio dan intelek sebagai intellectus. Ratio merupakan kemampuan pemikiran diskursif, dari pencarian dan pencarian ulang, mengabstraksi, memurnikan, dan menyimpulkan (bdk. Latin discurrere, "berlari mondar-mandir"), sedangkan intellectus mengacu kepada kemampuan dari "sekadar melihat" (simplex intuitus), yang kepadanya kebenaran menyatakan dirinya seperti sebuah pemandangan menyatakan dirinya kepada mata. Kemampuan untuk mengetahui yang rohani yang dimiliki akal budi manusia, sebagaimana dipahami para pemikir kuno, sebenarnya adalah dua hal yang menjadi satu: ratio dan intellectus: semua hal mengetahui meliputi keduanya. Alur penalaran yang diskursif disertai dan dipenetrasi oleh visi intellectus yang tak pernah berhenti, yang bukan bersifat aktif tetapi pasif, atau lebih tepat lagi bersifat reseptif -- suatu kemampuan intelek yang beroperasi secara reseptif.

Maka, pengejaran yang aktif akan kebenaran melibatkan resepsi yang pasif atas apa yang diberikan kepada kita dan kerja aktif akal budi kita, apa yang disebut John Henry Newman sebagai "kekuatan rasio yang elastis."

Memberitakan Kebenaran

Paruh kedua dari hidup dalam kebenaran melibatkan memberitakan kebenaran.

Tukang sayur di dalam esai Havel mengambil cara yang sederhana untuk hidup dalam kebenaran. Dia sekadar menolak untuk terus hidup di dalam kebohongan. Dia berhenti memajang slogan-slogan ideologis. Setiap orang Kristen -- intelektual atau bukan -- bisa melakukan hal yang serupa. Publikasi bukan hal yang perlu untuk hidup di dalam kebenaran. Ketika sebuah keluarga Kristen memutuskan untuk tidak memiliki TV di rumah atau membatasi penggunaan TV secara ketat, keluarga itu mulai hidup di dalam kebenaran. Tidak perlu waktu lama bagi anak-anak tetangganya untuk mengetahui bahwa tidak ada TV di dalam keluarga itu (atau bahwa tidak seorang pun yang diperkenankan untuk menggunakan TV itu untuk program-program yang mengandung unsur yang destruktif secara eksplisit atau implisit); mereka akan bertanya mengapa, dan pewartaan kebenaran akan dimulai. Siapa pun dapat menambahkan contoh-contoh lain.

Yesus akan merasa sepenuhnya nyaman di dalam konteks profesional di mana kebaikan sedang dilakukan hari ini. Tetapi Dia sudah pasti akan terus mengecam semua bentuk pengembangan diri yang angkuh dan perlakuan yang tidak benar terhadap sesama yang terus terjadi di dalam lingkungan-lingkungan profesional. Di dalam hal ini dan yang lainnya, profesi-profesi kita sangat merindukan kehadiran-Nya.

DALLAS WILLARD
"Jesus The Logician"

Tetapi cukup kiranya contoh di atas bagi orang Kristen. Apa maksudnya seorang intelektual Kristen memberitakan kebenaran? Setidaknya ini berarti seorang intelektual Kristen melakukan komunikasi sehari-harinya dengan integritas yang tinggi, tidak perlu menutup-nutupi apa pun yang relevan terhadap situasi yang ada terhadap siapa pun. Itu dinyatakan dengan sangat umum. Yang dimaksudkannya dalam praktik memiliki perbedaan yang sangat beragam dengan peran yang dimainkan orang tersebut dalam masyarakat. Apa yang biasanya dituliskan oleh orang tersebut? Surat bisnis, laporan hukum, laporan ilmiah, analisis finansial? Dengan siapa dia biasanya berbincang-bincang? Para klien, siswa, majikan, karyawan, tetangga, sesama penumpang di dalam sebuah pesawat? Itu adalah konteks untuk memberitakan kebenaran.

Mari kita ambil satu contoh dari sebuah bidang di mana saya telah menghabiskan sebagian besar kehidupan saya: riset dan mengajar di universitas. Para intelektual sekuler di univesitas-universitas jelas tidak pernah bosan untuk memberitahukan kita apa yang telah mereka yakini sebagai hal yang benar atau apa yang baru-baru ini sedang mereka konstruksikan untuk ditampilkan sebagai kebenaran. Para intelektual Kristen juga tidak kalah aktif. Tetapi banyak pihak yang berada di dalam maupun di luar dunia Kristen yang tidak mengetahui hal ini, atau setidaknya berpura-pura tidak tahu.

Sebagai contoh, konferensi-konferensi akademis diadakan, tetapi melampaui studi-studi filsafat, agama, dan alkitabiah. Keberadaan koran-koran Kristen dengan isi yang khas Kristen begitu sedikit. Saya curiga bahwa ada jauh lebih banyak akademisi Kristen daripada mereka yang makalah-makalah akademisnya merefleksikan wawasan dunia Kristen. Ini mungkin tidak terlalu bermasalah di bidang matematika dan ilmu-ilmu pengetahuan alam, seperti kimia, fisika, dan sebagian besar biologi. Tetapi di dalam studi tentang asal usul biologi, dan yang pasti di dalam psikologi, sosiologi, dan antropologi, seperti juga di dalam sejarah, sastra, dan seni, sejumlah kebenaran yang dinyatakan tentang wawasan dunia Kristen juga begitu relevan sehingga jika kita tidak membawa kebenaran-kebenaran ini ke dalam gambaran kehidupan, kita hidup dalam kebohongan.

Di dalam kasus para intelektual, satu-satunya perkara spesifik yang menjadi tanggung jawab mereka secara profesional adalah penggunaan kata yang baik -- yaitu penggunaan yang benar dan paling tidak, tidak menyesatkan. Hal ini lebih merupakan perkara semangat kebenaran daripada perkara kebenaran, karena tidak seorang pun yang bisa menjanjikan bahwa dia tidak akan pernah membuat kekeliruan; tetapi adalah mungkin untuk memelihara semangat kebenaran, yang berarti tidak pernah meninggalkan kecurigaan dan selalu waspada terhadap perkataan dan identifikasinya sendiri, mengetahui bagaimana menarik kembali kesalahannya sendiri, dan mampu mengoreksi diri sendiri. Hal itu mungkin secara manusiawi, dan orang mengharapkan hal demikian ada pada diri-diri para intelektual karena, untuk alasan yang jelas, kualitas-kualitas manusia yang lazim berupa keangkuhan dan ketamakan akan kuasa di antara para intelektual mungkin memiliki akibat-akibat tertentu yang sangat merusak dan membahayakan.

LESZEK KOLAKOWSKI
"Modernity on Endless Trial"

Bukankah fakta yang paling penting tentang diri kita adalah bahwa kita dijadikan menurut gambar Allah? Akan tetapi, buku teks mana, atau publikasi akademis mana, atau program riset di dalam teori psikologi, sosiologi, dan antropologi, sejarah, serta sastra mana yang pernah menyebut ide tersebut? Ide tersebut jika bukan serta-merta dianggap salah, maka akan dianggap sama sekali tidak relevan dengan bidang yang bersangkutan. Makalah-makalah mana yang dipublikasikan jurnal-jurnal akademis yang terhormat atau buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit akademis yang bisa kita tunjukkan sebagai contoh kesarjanaan Kristen dalam bidang-bidang tersebut? Ada beberapa. Saya bisa menunjukkan dua: "The Political Meaning of Christianity" oleh Glenn Tinder, seorang guru besar bidang ilmu politik di University of Massachusetts di Boston; dan "The American Hour: A Time of Reckoning and the Once and Future Role of Faith" oleh Os Guinness, seorang sosiolog dan rekanan senior di Trinity Forum. Guinness mungkin paling tepat dideskripsikan sebagai seorang Kristen dan seorang intelektual publik yang independen.

Atau dalam ilmu-ilmu alam, bukankah fakta yang paling penting mengenai apa yang disebut tatanan alam, di dalam satu maknanya yang terpenting, sama sekali bukan "alamiah"? Tantangan John Henry Newman sangat tepat:

Akuilah seorang Allah maka Anda memasukkan di antara bidang-bidang
pengetahuan Anda sebuah fakta yang meliputi, yang membatasi,
menyerap setiap fakta lain yang bisa dipikirkan. Bagaimana kita
bisa menginvestigasi suatu bagian dari suatu tatanan pengetahuan,
tetapi tidak menginvestigasi fakta yang menyeruak ke dalam setiap
tatanan itu? Semua prinsip yang benar berlimpah dengannya, semua
fenomena mengarah kepadanya.

Di manakah di dalam literatur ilmiah, suatu bagian yang lumayan besar yang dituliskan oleh orang-orang Kristen di dalam bidang ilmu pengetahuan, terdapat suatu pengakuan akan fakta tentang penciptaan dan imanensi Allah?

Para sarjana Kristen di universitas-universitas sekuler, dan tragisnya banyak pula yang di universitas-universitas Kristen, telah terjebak oleh ideologi naturalisme. Seperti penjual sayur di dalam esai Havel, banyak guru, secara sadar atau tidak, telah memajang berbagai plakat naturalis yang cocok dengan disiplin akademis mereka, mengubah plakat-plakat ini seiring perubahan ideologi yang spesifik dalam disiplin mereka:

# "Semua sejarah ditulis oleh para pemenang."
# "Sejarah paling baik dituturkan dari bawah ke atas."
# "Pandangan-pandangan yang terpolarisasi -- ini benar, itu salah -- tidak terlalu serius memikirkan pertanyaan-pertanyaan sejarah.
# "Di dalam ilmu pengetahuan, hanya faktor-faktor materi yang masuk ke dalam penjelasan-penjelasan kita; kita tidak bisa berbicara tentang rancangan."
# "Literatur adalah sebuah ideologi."
# "Tidak ada teks yang memiliki penulis."
# "Amati fungsi dari gambar-gambar Kristus di dalam kisah ini; jangan bertanya tentang Kristus itu sendiri."
# "Theologi sistematika adalah studi tentang apa yang telah dituliskan dan dipercayai oleh para teolog sistematika; ini bukan mengenai objek kepercayaan."
# "Efek-efek kebenaran dihasilkan di dalam wacana-wacana yang pada dirinya sendiri tidak benar dan juga tidak salah."
# "Umat manusia mengonstruksi natur mereka sendiri."

Pada dasar semua plakat ini mungkin terdapat prinsip yang paling dekaden dari semuanya (hal ini kebetulan terdengar di sebuah konferensi akademis tentang agama): "Tidak satu pun dari kita yang memercayai hal apa pun yang tengah kita bahas, tetapi dengan cara inilah kita mendapatkan penghasilan." Di dalam sebuah arena akademis seperti itu, tidak mudah untuk memajang sebuah plakat iman Kristen yang gamblang.

Ahli ilmu politik, John C. Green, menuliskan:

"Jika seorang guru besar berbicara mengenai mempelajari sesuatu
dari sebuah sudut pandang Marxis, pihak lain mungkin tidak setuju,
tetapi tidak akan mengesampingkan ide tersebut. Tetapi jika
seorang guru besar berbicara tentang mempelajari sesuatu dari
sudut pandang Katolik atau Protestan, dia akan diperlakukan
seakan-akan dia mengatakan untuk mempelajari sesuatu dari sudut
pandang makhluk dari planet Mars."

Pastilah sangat mengejutkan ketika mendengar Charles Habib Malik menyampaikan Pascal Lectures mengenai "Kekristenan dan Universitas" di University of Waterloo, Ontario, Kanada. Kredibilitas akademis Malik meliputi posisi sebagai guru besar di Harvard, Dartmouth, dan Catholic University of America; kredibilitas politisnya meliputi kedudukan sebagai presiden dari General Assembly of the United Nations dan Security Council. Sekarang, bayangkan dia berbicara kepada pendengar yang akademis di sebuah universitas sekuler. Siapakah kritikus final atas universitas? Dia bertanya:

"Kritikus itu, dalam analisis terakhirnya, adalah Yesus Kristus
sendiri. Kami tidak sedang menawarkan opini kami; kami sedang
mencari penghakiman-Nya atas universitas .... Yesus Kristus eksis
di dalam diri-Nya sendiri dan menopang seluruh dunia, termasuk
universitas, di telapak tangan-Nya. Kami sedang memohon, mencari,
mengetuk untuk menemukan apa tepatnya pendapat Yesus Kristus
tentang universitas."

Ceramah Malik adalah satu kekuatan yang mengejutkan karena retorikanya memberikan kekuatan bagi analisisnya yang tajam atas sains dan kemanusiaan. Pada saat itu, suaranya mungkin adalah satu-satunya suara yang terdengar.

Tentu saja sudah ada beberapa orang Kristen yang berani untuk mengakui iman Kristen mereka di tengah-tengah arena akademis sekuler. Pertama-tama, orang akan terpikir kepada C. S. Lewis. Kemudian orang harus bergumul untuk memikirkan siapa lagi yang juga berani mengakui iman mereka. Pada kenyataannya, baru pada tahun-tahun terakhir inilah para sarjana Kristen telah berpikir secara serius tentang peran publik mereka, relevansi terbuka dari iman Kristen mereka kepada disiplin-disiplin akademis mereka. Di antara sosok yang paling menonjol adalah trio akademisi yang berakar di Calvin College: Nicholas Wolterstorff, Alvin Plantinga, dan George Marsden. Ketiganya menjabat posisi pengajar tingkat doktoral di institusi-institusi utama. Dua nama pertama adalah filsuf dan telah berada di garis depan dari terbentuknya kehadiran nyata orang Krissten dalam kesarjanaan di bidang filsafat. Nama terakhir adalah seorang sejarawan, dengan dua bukunya, "The Soul of the American University" dan "The Outrageous Idea of Christian Scholarship", diterbitkan oleh Oxford University Press. Marsden bahkan dihormati dengan foto sampul di The Chronicle of Higher Education, dengan latar mural Yesus yang terlihat di TV oleh banyak orang di setiap Sabtu petang di musim gugur, yaitu di atas stadion sepak bola Notre Dame. Akan sangat luar biasa jika semua akademisi Kristen berpikir dan bertindak seakan-akan Yesus benar-benar tengah mengawasi gerak-gerik mereka. (Dan Yesus memang melakukannya, Anda tahu itu.)

(Siswa-siswa Harvard di tahun 1880-an:) Ini merupakan eksistensi yang malas, tak berarah, dan humoris, tanpa imajinasi yang halus, tanpa suatu isi kesarjanaan yang umum, tanpa agama yang nyata: kepekaan inteligensi dalam kekaburan, terbang menuju permainan yang remeh, dengan tujuan kembali, segera setelah masa kuliah berakhir, kepada kegiatan-kegiatan yang membosankan.

GEORGE SANTAYANA
"Character and Opinion in the United States"

Akan tetapi, secara umum para intelektual Kristen telah menjadi sorotan karena ketidakhadiran mereka dalam koridor pendidikan dan kuasa politis. Mereka sering mengetahui kebenaran tetapi mungkin tidak memiliki platform politis untuk menyatakannya, atau mereka menyia-nyiakan peluang mereka karena takut akan semakin dipinggirkan.

"Tetapi tunggu dulu," mungkin Anda mendengar teman-teman Anda berkata, "Apakah Anda melupakan ratusan buku yang ditulis orang-orang Kristen yang justru persis melakukan apa yang Anda bicarakan? Apakah Anda sebagai editor InterVarsity Press tidak mendorong dan menerbitkan banyak buku seperti itu? Bukankah Zondervan dan penerbit-penerbit lainnya juga telah mengikuti penerbit Anda? Perhatikan saja daftar panjang di bagian daftar pustaka buku Anda sendiri, 'Discipleship of the mind'."

Poin yang disampaikan memang sangat baik. Ya, semuanya itu benar. Tetapi sebenarnya ini membuktikan poin saya. Buku-buku ini -- adalah buku-buku yang sangat baik -- diterbitkan oleh penerbit-penerbit Kristen yang Injili. Eerdmans, dan IVP setelahnya, baru muncul sebagai penerbit-penerbit buku yang layak dibaca oleh pembaca yang akademis di luar batasan-batasan sempit dunia Kristen Injili. Selain itu, sebagian besar penerbitan mereka mengenai topik-topik yang khusus bersifat religius. Masih tetap begitu sedikit buku-buku bermutu yang didasarkan kepada premis-premis yang khas Kristen dalam disiplin-disiplin psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi atau humanitas, dan seni.

Jelas inilah saatnya untuk menaati slogan kampanye di mana saudara ipar saya yang adalah seorang politisi mendukung seorang kandidat yang melawan koleganya, yaitu gubernur negara bagian: "Katakan kebenaran, Terry!" Dengan menyesal saya harus melaporkan bahwa kampanye itu tidak berhasil. Terry dipilih kembali. Tetapi keberhasilan dalam memberitahukan kebenaran, seperti yang saya katakan sebelumnya, tidak diukur oleh hasil-hasilnya. Siswa tingkat pascasarjana yang memberitahukan kebenaran mungkin membahayakan kesempatannya untuk menerima gelar Doktor. Asisten guru besar mungkin mengurangi kesempatan untuk menerima jabatan penuh. Sarjana Kristen mungkin tidak mendapati makalahnya dimuat di dalam jurnal-jurnal ternama dalam bidangnya.

---------------------------------------------------------------------
Poin dari kesarjanaan Kristen bukan pengakuan oleh standar-standar yang mapan di dalam kultur yang lebih luas. Poinnya adalah memuji Allah dengan akal budi. Upaya-upaya seperti itu akan membawa pada sejenis integritas intelektual yang kadang menerima pengakuan, tetapi bagi orang Kristen tersebut pengakuan ini hanya produk sampingan yang tidak terlalu penting. Poin yang sebenarnya adalah menghargai apa yang telah Allah jadikan, memercayai bahwa pcnciptaan adalah se"baik" yang dikatakan-Nya, dan mengeksplorasi dimensi-dimensi terpenuh dari maksud Anak Allah untuk "menjadi daging dan diam di antara kita". Dan yang terutama, karya intelektual jenis ini adalah imhalan bagi dirinya sendiri, karena ia terfokus hanya kepada Dia yang pengakuan-Nya penting, Dia yang di hadapan-Nya semua hati terbuka.

MARK NOLL
"The Scandal ofthe Evangelical Mind"
---------------------------------------------------------------------

Tetapi Noll benar: "Karya intelektual jenis ini adalah imbalan bagi dirinya sendiri, karena terfokus hanya pada Dia yang pengakuan-Nya terpenting, Dia yang di hadapan-Nya semua hati terbuka."

Sayangnya Camus juga benar -- secara figuratif dan harfiah: "Ide-ide yang keliru selalu berakhir dengan sebuah pertumpahan darah, tetapi di dalam setiap kasusnya itu adalah darah orang lain. Darah yang ditumpahkan oleh ide-ide yang keliru yang dicetuskan orang lain -- seperti mereka yang ingin mencegah tersebarnya kesarjanaan Kristen, misalnya -- mungkin adalah darah para sarjana Kristen sendiri. Memberitahukan kebenaran mungkin benar-benar berbahaya bagi kesehatan profesional seseorang. Tetapi ingatlah bahwa keberanian merupakan salah satu kebajikan dari intelek. Kebajikan ini niscaya secara mutlak bagi orang Kristen yang ada di dunia akademis sekarang ini.

Tanggung Jawab Kepada Allah

Meskipun kita bertanggung jawab untuk hidup di dalam kebenaran -- mempelajari kebenaran dan memberitahukan kebenaran, kepada Allah-lah kita bertanggung jawab. Melampaui tanggung jawab kita kepada keluarga kita, komunitas iman kita, tetangga kita, negara kita, dunia di sekitar kita, kita secara utama bertanggung jawab kepada Pencipta kita, Tuhan kita, Juru Selamat kita -- Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

Tanggung jawab umum untuk memuliakan Allah mendahului semua tanggung jawab spesifik lain yang kita miliki sebagai intelektual atau calon intelektual, karena memuliakan Allah merupakan tugas penuh waktu yang melibatkan keseluruhan keberadaan kita. Doa ini mungkin akan sangat baik dinaikkan untuk memulai dan menutup setiap hari Anda:

"Biarlah aku menggunakan segala hal hanya untuk satu alasan saja: untuk menemukan sukacitaku di dalam memberikan kepada-Mu kemuliaan yang besar."

======================================================================

Diambil dan disesuaikan dari:
Judul buku: Kebiasaan Akal Budi
Judul asli buku: Habits of The Mind
Penulis: James W. Sire
Penerjemah: Irwan Tjulianto
Penerbit: Momentum, Surabaya 2007
Halaman: 273 -- 297

Hamba Siapakah Kita?

Markus 8:11-21

Mengapa Yesus keberatan memberikan tanda yang diminta orang-orang Farisi, padahal Ia sering melakukan mukjizat? Orang-orang Farisi memang bukan meminta Yesus melakukan mukjizat, seperti yang pernah Dia lakukan sebelumnya. Mereka meminta Dia melakukan suatu tanda yang dramatis, sesuatu yang mungkin terlihat langsung turun dari langit. Meski demikian, permintaan ini tidak memperlihatkan keinginan mereka untuk beriman pada Yesus. Apalagi sebelumnya mereka pernah menyatakan bahwa kuasa Yesus datang dari setan (Mrk. 3:22). Ini merupakan penolakan terhadap kemesiasan Yesus. Jadi apapun yang Yesus lakukan tidak akan membuat mereka mau percaya.

Yesus menolak melakukan tanda yang diminta orang Farisi karena tujuan-Nya melakukan mukjizat bukan untuk meyakinkan orang yang memang keras hati dan menolak percaya. Yesus melakukan mukjizat untuk menyatakan kuasa dan kasih karunia Allah. Itulah sebabnya Yesus kemudian memperingatkan para murid untuk tidak bersikap seperti orang Farisi. Dalam peringatan itu, Yesus menggunakan kata ragi. Terkadang orang Yahudi memakai kata ragi untuk menggambarkan dosa atau kecenderungan hati yang jahat.

Kecenderungan hati yang jahat sinonim dengan kedegilan hati (ayat 17). Hati yang degil adalah penyakit orang-orang yang merasa diri religius atau saleh. Namun para murid salah mengerti. Mereka mengira bahwa Yesus berbicara tentang makanan. Ternyata para murid pun mirip orang yang belum kenal Tuhan, meski mereka telah belajar banyak hal dari Yesus.

Memang tidak mudah memahami pelajaran-pelajaran mengenai Kerajaan Sorga. Kita masih memiliki keterbatasan dalam banyak hal, keterbatasan dalam mengimani dan menghendaki Yesus. Di sisi lain, ini menolong kita untuk memahami dan bersikap sabar terhadap orang-orang yang baru mau belajar menjadi Kristen sejati. Kita harus bisa menerima saat mereka lemah iman atau lambat mengerti. Ingatlah bahwa Tuhan sendiri telah sabar terhadap kita.


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/02/27/


Ha......ha.......ha.........

TERBAIK KEDUA

Sang dokter berkata, "Yang terbaik untuk kamu lakukan adalah berhenti minum minuman keras dan merokok, bangun pagi-pagi setiap hari, dan tidur lebih cepat tiap malam."

Sang pasien menjawab, "Dok, aku nggak pantas mendapatkan yang terbaik. Yang terbaik kedua apa, Dok?"
______________________________________________________________________
"Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya." (1 Tesalonika 2:3)
< http://sabdaweb.sabda.org/?p=1 Tesalonika+2:3 >
______________________________________________________________________
Sumber: The Good Humor Book


SUMBER UANG

Seorang dokter tua di kota kecil akhirnya berlibur. Ia menugasi anak laki-lakinya, yang baru saja lulus sekolah kedokteran, untuk menjaga pasiennya. Saat sang ayah pulang, ia bertanya pada anaknya apakah terjadi sesuatu yang tidak biasa.



"Aku menyembuhkan penyakit Nyonya Ida yang sudah dideritanya selama 30 tahun," jawab sang anak dengan bangga.

Ayahnya marah, "Penyakit Nyonya itu yang membuatmu bisa sekolah selama ini sampai lulus sekolah kedokteran! Kok malah kamu sembuhkan itu bagaimana?"
______________________________________________________________________
"jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita." (Titus 2:10)
< http://sabdaweb.sabda.org/?p=Titus+2:10 >
______________________________________________________________________
Sumber: The Treasury of Clean Jokes


DUA DOKTER BEDAH

Dua orang dokter bedah meninggalkan ruang operasi setelah pasiennya dinyatakan meninggal.

"Maaf, kami sudah berusaha semampunya," keluh dokter bedah pertama.

"Tidak, Aku yang berusaha," kata dokter bedah kedua. "Kamu mengacau. Aku dari tadi kan sudah bilang kalau jalan masuk ke jantungnya itu bukan melalui pembedahan perut!"
______________________________________________________________________
"Jadi apabila ia bersalah dalam salah satu perkara itu, haruslah ia mengakui dosa telah diperbuatnya itu." (Imamat 5:5)
< http://sabdaweb.sabda.org/?p=Imamat+5:5 >
______________________________________________________________________
Sumber: The Official Doctors & Dentist Joke Book

Mau Ikut Mesias yang Menderita?

Markus 8:27-33

Sejak saat pertama bertemu dengan Yesus, murid-murid telah meyakini Dia sebagai Mesias (Yoh. 1:41). Namun saat itu mereka masih memahami Mesias hanya sebagai pemimpin politik. Seiring perjalanan waktu, perlahan-lahan Yesus mengajari mereka mengenai keberadaan diri-Nya.

Penyembuhan seorang tuli yang dilakukan Yesus telah melahirkan pengakuan murid-murid akan kebesaran-Nya (Mrk. 7:37). Penyembuhan seorang buta juga membuka mata murid-murid tentang kemesiasan Yesus, sebagaimana disuarakan oleh Petrus (ayat 29). Saat itu segala kabut, yang menghalangi penglihatan dan pengertian para murid akan Yesus, seolah sirna. Jawaban Petrus memperlihatkan bahwa terang penyataan Allah mulai menyingsing. Meski demikian, seperti si buta dalam penyembuhan tahap (Mrk. 8:22-26), penglihatan atau pemahaman Petrus tentang Yesus masih belum sempurna. Ia memang mengakui Yesus sebagai Mesias, tetapi bukan Mesias yang mengalami penderitaan dan kemudian mati tersalib (ayat 31-32). Menurut Yesus, konsep ini salah karena Petrus tidak melihat hal itu berdasarkan sudut pandang Allah. Petrus malah bertindak seperti Iblis yang mencobai Yesus untuk melawan kehendak Allah dengan tidak mengikuti jalan salib.


Yesus diutus Bapa-Nya ke dunia bukan untuk menyenangkan dan memuaskan keinginan manusia. Itu sebabnya Yesus melarang murid-murid-Nya memberitahu orang lain bahwa Dia adalah Mesias. Selain karena orang harus menemukan hal itu secara pribadi, juga agar orang tidak punya motivasi salah saat mengikut Dia.

Petrus ternyata punya pengikut. Banyak orang yang lebih suka mengenal Yesus sebagai Tuhan yang menyelesaikan kesulitan dan memenuhi kebutuhan mereka. Padahal Yesus datang terutama untuk menyelesaikan masalah fundamental yang dihadapi manusia, yaitu dosa. Bagaimana tanggapan dan sikap Anda? Ia yang menentukanbagaimana Anda harus bersikap atau Anda yang mengatur Dia?


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/03/02/


Pemahaman Ternyata Perlu Proses

Markus 8:22-26

Anda percaya bahwa Yesus Mahakuasa? Lalu kenapa Dia harus melalui dua tahap dalam menyembuhkan orang buta di Betsaida? Apakah kuasa-Nya melemah sehingga Dia gagal dalam tahap pertama? Atau Ia ingin mencoba metode penyembuhan yang baru? Atau karena si buta kurang beriman?

Yesus ternyata punya maksud tersendiri dengan penundaan penyembuhan itu. Selain untuk menyatakan diri dan kuasa-Nya kepada si orang buta, ada makna simbolik yang terkandung di dalam proses penyembuhan itu. Makna simbolik itu untuk menggambarkan tingkat pemahaman para murid terhadap Tuhan, Guru mereka. Kemampuan melihat memang sering dipakai untuk menggambarkan memahami. Para murid telah menempuh tahap pertama dalam pengenalan mereka akan Allah, yaitu "tidak mengerti" (Mrk. 8:17-21). Setelah itu mereka akan menempuh tahap kedua, yaitu "salah mengerti" (Mrk. 8:29-33). Dan tahap yang terakhir adalah "mengerti sepenuhnya" (Mrk.

15:39, dst). Penyembuhan secara bertahap itu memperlihatkan kondisi kerohanian para murid beserta pertumbuhannya. Semula penglihatan mereka akan Tuhan seolah berkabut. Namun setelah melalui ketiga proses itu, kita akan melihat bagaimana kebutaan kerohanian para murid disembuhkan secara bertahap. Dan kesembuhan dari kebutaan rohani itu dicapai melalui hubungan mereka dengan Yesus. Penyembuhan secara bertahap itu mengindikasikan suatu proses dalam penyataan Tuhan bagi para murid.

Seperti itu jugalah cara Allah bekerja di dalam diri kita. Setelah pertobatan kita, kita tidak bisa secara langsung mengenal dan memahami Tuhan sepenuhnya. Ada pembelajaran yang akan Tuhan lakukan dalam diri kita. Proses itu harus kita lalui langkah langkah. Untuk itu kita perlu setia dan memiliki semangat pantang menyerah, karena Tuhan pun tidak pernah menyerah mengajar kita. Terbukti Ia melimpahkan kuasa Roh-Nya untuk menguatkan kita.


e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2009/03/01/