Sunday, July 11, 2010

Pemimpin yang dipimpin (Yehezkiel 48:21-22)

Kitab Yehezkiel adalah kitab terpanjang dari semua kitab di dalam Alkitab. Kitab ini merupakan salah satu kitab yang paling gamblang dalam pemaparan visualnya. Setiap penggambaran di dalam kitab Yehezkiel memiliki makna penting. Pemaparan tata letak Israel yang baru kini beralih pada perencanaan letak wilayah kerajaan.

TUHAN mengkhususkan satu blok wilayah di tengah Israel untuk kehidupan bersama. Ketujuh suku di utara dan kelima suku di selatan dipisahkan oleh satu strip wilayah yang terdiri atas wilayah kerajaan dan wilayah berbentuk persegi yang dikhususkan untuk TUHAN. Wilayah di tengah ini merupakan wilayah pemersatu dan fokus kehidupan Israel. Pusat kehidupan beragama, sosial, dan politik ada di situ.

Sebagaimana tata letak yang TUHAN berikan mengatur kehidupan Israel sebagai bangsa dan umat, begitulah TUHAN menghendaki agar jelas bagi semua orang ­keluarga kerajaan, seluruh rakyat, dan semua bangsa lain­ bahwa di Israel, kekuasaan tertinggi terletak pada TUHAN, bukan di tangan raja. Bisa saja TUHAN menyediakan dua

wilayah berbeda, satu dikhususkan untuk TUHAN dan yang lain untuk raja, tetapi itu bisa dimaknai sebagai pemisahan kekuasaan antara TUHAN dan raja, dua kekuasaan yang saling independen.

Raja adalah alat TUHAN untuk memimpin umat. Namun tidak terjadi pemisahan kekuasaan antara raja dan TUHAN. Raja mengatur kehidupan sosial-politik, dan TUHAN mengatur kehidupan beragama. TUHAN mengatur kehidupan raja dan melalui raja, TUHAN mengatur kehidupan rakyat. Raja harus tunduk kepada TUHAN. Itulah pesan yang hendak disampaikan melalui tata letak wilayah Israel yang berjenjang. Inilah tatanan sosial-kemasyarakatan yang baru, sebuah Israel ideal yang TUHAN janjikan kepada umat-Nya.

Jika TUHAN memercayakan kepada Anda tugas untuk memimpin orang lain, bagaimana Anda memposisikan diri sebagai pemimpin yang takut akan TUHAN? Bagaimana Anda mengizinkan TUHAN memimpin melalui jabatan Anda? Sumber E-SH

Pergumulan dan doa (Kejadian 32:22-32)

Ini episode mendebarkan dalam hidup Yakub! Akhirnya Yakub sadar bahwa bukan harta kekayaan atau istri dan anak yang dapat melindungi dia dari Esau atau yang dapat diandalkan menyelesaikan masalah lama itu. Ia sendiri harus bergumul dengan Allah untuk menyelesaikan semua itu!

Seseorang bergulat dengan Yakub semalaman sampai fajar menyingsing. Tidak dikatakan siapa orang itu, tetapi ada beberapa petunjuk untuk kita simpulkan. Sesudah bergulat tanpa bisa dihentikan, Yakub akhirnya sadar dengan siapa ia sedang bergulat. Ia lalu meminta berkat (26). Orang itu memiliki kuasa sehingga berhak menanyakan dan mengubah nama Yakub menjadi Israel, tetapi ônamanyaö sendiri tetap rahasia. Ia berhak memberi atau mengubah nama, Yakub tidak punya kuasa untuk mengetahui "nama"nya.


Jika Ia Allah, bagaimana mungkin Yakub kuat semalaman bergulat melawan Dia? Jika Ia Allah yang berdaulat mengubah nama Yakub jadi Israel, bagaimana mungkin Yakub sang-gup "memaksa" Dia untuk memberkati? Hos. 12:4-5 menegaskan bahwa "Ia bergumul dengan Malaikat dan menang; ia menangis dan memohon belas kasihan kepada-Nya. Di Betel ia bertemu dengan Dia, dan di sana Dia berfirman kepadanya: yakni TUHAN, Allah semesta alam, TUHAN nama-Nya."

Yakub perlu diubah dari mengandalkan kekuatan otot dan akal jadi bergantung pada anugerah dan berkat Allah. Jika ia yang penuh dosa sanggup bergulat dengan Allah, tentu karena secara misterius Allah yang yang melawan dia itu juga yang membantu dia bertahan. Kini ia tidak lagi mengandalkan keahlian manusia berdosa dengan mengatur tipu daya. Ia memohon Allah sendiri memberkatinya. Dalam pergumulan doa yang serius dan akhirnya membuat otot dan akalnya takluk, ia akhirnya sanggup memahami hakekat berkat dalam hidup. Dan saat itu ia diubah Allah menjadi Israel.

Ketika masalah terasa berat dan diri terasa lemah, bertekun dan bergumullah dalam doa, sebab Ia menanti dengan berkat-Nya dan secara ajaib melawan-membela kita!
Sumber : e-sh
Wednesday, July 7, 2010

Pelayan yang berempati (1Korintus 9:19-23)

Empati merupakan syarat mutlak bagi pelayan Tuhan. Paling tidak, itulah sikap dan tindakan Paulus sepanjang pelayanannya. Dapat dikatakan bahwa prinsip ini adalah sumber efektivitas pelayanan Paulus. Apa sebenarnya empati? Apa bedanya dari simpati? Akar dari kedua kata itu adalah pathos, dari bahasa Yunani yang berarti perasaan. Simpati adalah sikap yang membuat orang merasakan perasaan atau suasana batin orang lain, sedangkan empati berarti sikap yang membuat orang masuk atau menempatkan diri dalam posisi orang lain sehingga ia memahami posisi dan kondisi orang tersebut.

Kepada orang Yunani, Paulus jadi seperti orang Yunani. Kepada orang bertaurat Paulus bagai Yahudi saleh yang menjunjung ting-gi Taurat. Terjemahan ke suasana sekarang, kira-kira begini: kepada orang Jawa, saya (nonJawa) jadi seperti orang Jawa (bahasa, cara berpikir, dll.). Kepada orang yang kritis, pelayan Tuhan berpikir secara kritis pula (Injil tidak gampangan). Kepada orang lemah, sang pelayan tidak datang sebagai orang sempurna tak ke-nal gagal atau masalah. Kepada orang kaya, pelayan Tuhan bersikap kaya juga (mungkin bukan kaya harta materi, tetapi kaya dalam anugerah-Nya yang melimpah). Kepada orang terpinggir (entah karena stigmam sosial, kemiskinan, dosa, dlsb.) sang pelayan datang sebagai anak hilang yang ditemukan Bapa surgawi yang murah hati.

Semoga contoh-contoh tadi menolong kita menyelami maksud Paulus: bukan menganjurkan sikap kompromis membunglon, tetapi sikap konsisten dengan Allah yang dalam Kristus menjadi manusia sejati. Inkarnasi Kristus yang sesungguhnya lebih dalam dari empati, itulah sumber dari prinsip pelayanan Paulus. Dengan berinkarnasi Kristus menjadi sesama manusia. Ia berkawan dengan pemungut cukai, pelacur, tanpa ikut terseret arus dosa mereka. Ia menyentuh orang kusta, orang sakit pendarahan, tanpa dinajiskan tetapi merangkul, menerima, memulihkan mereka jadi utuh seperti rencana Allah semula. Dengan kata lain, kelimpahan anugerah Allah membuat pelayan Tuhan berempati, yaitu berbagi apa yang ia miliki kepada orang yang tidak memiliki, tetapi juga memikul beban orang lain sehingga orang itu diringankan. E-SH

Allah Terus Mengikuti (Kejadian 31:1-21)

Jika Anda adalah Yakub yang mengalami empat belas tahun masa sulit dalam kerja keras tanpa upah, apa yang akan Anda pikirkan tentang Allah? Percayakah Anda bahwa segala yang terjadi di masa itu merupakan penyertaan Allah?

Sesudah empat belas tahun Yakub jadi pekerja keras berintegritas, barulah dibukakan bahwa selama itu Allah terus menerus menyertai dia. Hasil kerja Yakub yang menguntungkan Laban pun sebenarnya adalah bukti penyertaan dan berkat Allah. Penyertaan dan berkat Allah paling berharga adalah berbagai pelajaran yang harus Yakub terima, yang berpengaruh pada perubahan drastis dalam karakter dan tindak tanduknya. Sungguh penyertaan dan berkat terbesar Allahn bagi umatNya adalah ketika Ia memecah dan menggosok kita dari batu rongsokan jadi batu berharga yang gemerlapan.

Ada saat Allah menyertai diam-diam seperti Yakub alami empat belas tahun. Ada saat Allah membuat penyertaan-Nya nyata, yaitu saat Ia mengintervensi sampai sepuluh kali dengan mementahkan upaya Laban untuk tidak berbagi anak ternak kepada Yakub. Jelas bahwa "trik" bodoh yang terpikir oleh Yakub sesungguhnya adalah cara intervensi Tuhan. Di bolak-balik bagaimana pun oleh Laban, berkat Allah tetap jatuh ke Yakub. Dari kejadian ini terlihat kontras orang dunia yang terikat harta dengan umat yang mengandalkan Tuhan.

Di puncak episode ini, Allah menjelaskan apa yang telah Ia lakukan kepada Yakub; mengokohkan panggilan dan berkat-Nya kepada Yakub sebagai penerus kakek dan ayahnya. Sangat mengharukan ketika Allah menegaskan bahwa Dialah Allah yang menyatakan diri kepada Yakub di Betel. Empat belas tahun Allah mengikuti Yakub, tetapi sampai detik genting itu belum juga keluar pengakuan Yakub bahwa Allah kakek dan ayahnya adalah juga Allahnya pribadi. Allah mengejar Yakub dan menunggu sampai pengakuan itu lahir, tanda bahwa relasi sedang terjalin!

Dalam rencana Allah, berkat sesungguhnya adalah relasi dengan Allah, bukan sekadar berkat moral atau material. E-SH
Tuesday, July 6, 2010

Pembelaan Allah dan Pembelaan Yakub (Kejadian 31:22-42)

Bagaimana kita harus menghadapi tuduhan dan tekanan dari orang yang membuat banyak masalah agar kita tidak terprovokasi? Sejauh mana kita patut memaparkan kebenaran kita kepada orang yang telah bersalah kepada kita?

Tanpa Yakub berbuat apa pun, Allah sendiri membela dia. Allah menampakkan diri kepada Laban dan memberi peringatan keras agar tidak bersikap macam-macam dan mengucapkan perkataan yang tidak pantas kepada Yakub. Bisa kita simpulkan bahwa peringatan keras ini harus Allah tegaskan karena Laban adalah tipe orang yang keras dan berkata seenak perut sendiri. Bahkan sesudah endapat peringatan pun, semua tuduhan yang ia lancarkan kepada Yakub masih terasa menekan. Melalui peristiwa ini Yakub sekali lagi mengalami bagaimana Allah memihak dia. Sebab Allah punya rencana agung melalui dia, dan Allah ingin agar Yakub masuk dalam relasi yang hidup dengan-Nya.

Ada tiga tuduhan Laban. Pertama, Yakub melarikan diri. Kedua, ia lari diam-diam. Tersirat bahwa Yakub dianggap melarikan harta yang masih dianggap milik Laban. Ketiga, Yakub mencuri sesembahannya. Semua tuduhan itu tidak benar kecuali yang ketiga, tetapi yang mencuri pun bukan Yakub melainkan Rahel. Yakub sudah meminta izin untuk kembali ke tanah leluhurnya, maka tuduhan bahwa ia lari tidak benar. Yakub memang merancang kepergian diam-diam sebab Laban menunjukkan gelagat tidak rela melepas.

Menghadapi tuduhan ini Yakub, yang sebetulnya berwatak lembut dan sudah berubah karena pembentukan Ilahi, terpancing membela diri dengan nada marah. Ada tempat untuk membela diri dan marah karena alasan yang benar, maka Yakub menelanjangi ketidakadilan Laban. Yang indah, di bagian akhir pembelaannya secara tersamar Yakub mengakui campur tangan Allah membela dan memelihara dirinya.

Tuduhan tidak adil yang harus Yakub tanggung, dan mungkin kita alami juga, dapat menjadi alat Allah untuk membimbing ke dalam relasi yang hidup yang Ia inginkan. E-sh
Monday, July 5, 2010

Menghapus noda dengan noda? (Kejadian 34:1-31)

Noda yang sangat mengguncangkan kehidupan keluarga Yakub terjadi karena Dina, putri Yakub satu-satunya, diperkosa oleh Sikhem, anak Hemor, raja orang Hewi. Seharusnya sebagai pendatang, tidak pada tempatnya Dina yang baru berusia sekitar 15-16 tahun itu berjalan-jalan untuk melihat (dan dilihat) orang yang belum dikenal. Prinsip pergaulan seharusnya ditanamkan dengan baik oleh ayah dan ibunya, tetapi tidak demikian rupanya. Maka terjadilah musibah itu. Sikhem melarikan Dina dan memperkosa dia. Meski Sikhem telah berbuat salah, tetapi ia jatuh cinta kepada Dina dan meminta izin untuk boleh mengawini Dina.

Sesudah terjadi musibah itu Yakub tidak mengambil tindakan apa pun. Ia mendiamkan perkara itu sampai anak-anaknya pulang. Reaksi anak-anaknya yang menganggap kehormatan keluarga telah ternoda oleh pemerkosaan terhadap Dina, bercampur antara sakit hati dan marah (7). Niat baik Sikhem dan lamaran yang diajukan ayahnya tidak dapat menghapuskan sakit hati anak-anak Yakub. Nyata kemudian bahwa sakit hati dan kemarahan tidak menghasilkan pertimbangan yang didasari oleh kebajikan dan kebijakan. Sebaliknya dari merespons dengan tepat, mereka melakukan rencana jahat. Mereka berpura-pura menerima permintaan tersebut, tetapi mengajukan prasyarat religius. Sikhem, Hemor, dan semua laki-laki orang Hewi harus disunat. Suatu permintaan yang terkesan benar karena mengatasnamakan aturan agama, padahal berisi tipu muslihat keji.

Setelah sunat massal dan saat semua laki-laki orang Hewi sedang kesakitan, Simeon dan Lewi menyerang mereka secara keji. Bisa dibayangkan apa yang terjadi. Orang-orang yang kesakitan sesudah disunat menjadi korban kekejaman Simeon dan Lewi. Tidak cukup sampai di situ, mereka juga menjarah dan menawan anak serta perempuan orang Hewi.

Noda dapat dihindari dengan perilaku saleh. Namun saat noda terjadi, harus diatasi dengan motif dan tindakan benar, bukan amarah, sakit hati, dan memperalat aturan kesalehan! e-sh