Apa ciri yang perlu kita ketahui dari pengajar-pengajar sesat? Dari buahnya kita mengenal mereka (16, 20). Pengajar sesat dapat dikenali tentu dari ajarannya yang bertentangan dengan firman Tuhan. Memang tidak mudah untuk mengenali ajaran yang salah kalau kita sendiri tidak mengenal ajaran yang benar dari firman Tuhan. Banyak ajaran sesat yang terlihat baik, menarik, dan relevan. Maka dari itu, selain bisa membedakan ajaran salah dari ajaran benar, kita perlu mengenal ciri- ciri pengajar sesat.
Yesus memperingatkan para murid bahwa tidak semua orang yang menyebut Tuhan otomatis anak Tuhan. Bahkan mereka yang melakukan banyak hal, termasuk hal yang spektakuler atas nama Tuhan tidak dengan sendirinya anak Tuhan. Hanya mereka yang melakukan kehendak Tuhan, itulah anak Tuhan (21). Dari buahnya kamu mengenal mereka! Pertama, pengajar sesat mengajar bukan untuk kepentingan Tuhan, apalagi umat Tuhan. Mereka mengajar untuk kepentingan mereka sendiri, orientasi mereka uang, nama, dst. Kedua, pengajar sesat berani memutarbalikkan firman dan memanipulasi jemaat untuk kepentingan diri sendiri. Contoh, berapa banyak orang Kristen yang ditipu untuk menyerahkan harta mereka dengan iming-iming berkat rohani melimpah, padahal harta mereka memperkaya si pengajar sesat. Ketiga, pengajar sesat sendiri, mungkin di penampilan luar terlihat saleh dan rohani, tetapi mereka sebenarnya hamba nafsu duniawi.
Apa kiat menghindari ditipu pengajar sesat? Kenali ajaran yang benar dengan belajar firman Tuhan baik-baik. Belajar cara dan gaya hidup Tuhan Yesus, sebagai model pengajar yang benar sehingga kita bisa membedakan sikap yang tulus hamba Tuhan dari sikap munafik atau dibuat-buat pengajar sesat. Selalu ada dalam persekutuan dengan saudara-saudara seiman yang komit untuk melakukan firman Tuhan, sehingga pengajar sesat tidak mudah menipu kita dengan ajaran- ajarannya yang salah namun memikat.
e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/01/17/
Berbagi di Facebook
Sunday, January 17, 2010
Hartaku, tuanku? (Matius 6:19-24)
Siapakah tuan dalam hidup Anda? Mamon atau Tuhan? Orang Kristen pasti menjawab, Tuhan! Namun seberapa banyak orang Kristen yang menyadari bahwa perilaku hidup mereka menunjukkan kenyataan yang sebaliknya?
Persoalan kita adalah, walau kita menyadari diri milik Tuhan dan hidup kita akan berujung kekekalan di surga, kita masih hidup di dunia ini. Dunia ini menawarkan godaan yang sulit dihindari, yaitu hidup menurut ukuran dunia. Kekayaan menjadi tolok ukur kesuksesan. Kita mudah sekali terjerumus dalam mengumpulkan harta di dunia, dan melupakan panggilan surgawi, yaitu menabung harta rohani di surga.
Tuhan mengajarkan beberapa hal di dalam perikop ini. Pertama, harta di dunia ini bersifat sementara (19). Bukan tidak boleh mencari harta karena kita memang butuh harta untuk hidup di dunia ini, tetapi jangan jadikan harta segala-galanya. Jangan sampai kita tidak punya waktu untuk Tuhan, untuk mengumpulkan harta surgawi. Kedua, Yesus mengingatkan bahwa tawaran dunia untuk memprioritaskan pencarian harta bisa membutakan mata rohani kita dari melihat kebutuhan utama (22-23). Segala-galanya diukur dari harta. Waktu untuk keluarga digantikan dengan kemewahan. Waktu untuk anak dengan memanjakannya berlebihan. Bahkan waktu untuk Tuhan digantikan dengan memberi persembahan. Harta menjadi semacam sua untuk menggantikan tanggung jawab yang utama. Celakanya lagi, mata hati tambah buta sehingga menghalalkan cara demi mendapatkan harta. Ketiga, Yesus mengingatkan kita, kalau harta sudah menjadi tuan yang memperbudak kita, yang menyingkirkan Tuhan dari takhta hati kita maka kita harus membuat pilihan: kembali setia menyembah Allah atau tetap terjebak menuruti mamon (24).
Evaluasi ulang hidup Anda dan pandangan Anda terhadap harta. Jangan sampai Anda mengisi hidup ini dengan hal yang sia-sia, sehingga kehilangan damai, relasi yang baik, dan akhirnya menyesal berkepanjangan.
e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/01/11/
Berbagi di Facebook
Persoalan kita adalah, walau kita menyadari diri milik Tuhan dan hidup kita akan berujung kekekalan di surga, kita masih hidup di dunia ini. Dunia ini menawarkan godaan yang sulit dihindari, yaitu hidup menurut ukuran dunia. Kekayaan menjadi tolok ukur kesuksesan. Kita mudah sekali terjerumus dalam mengumpulkan harta di dunia, dan melupakan panggilan surgawi, yaitu menabung harta rohani di surga.
Tuhan mengajarkan beberapa hal di dalam perikop ini. Pertama, harta di dunia ini bersifat sementara (19). Bukan tidak boleh mencari harta karena kita memang butuh harta untuk hidup di dunia ini, tetapi jangan jadikan harta segala-galanya. Jangan sampai kita tidak punya waktu untuk Tuhan, untuk mengumpulkan harta surgawi. Kedua, Yesus mengingatkan bahwa tawaran dunia untuk memprioritaskan pencarian harta bisa membutakan mata rohani kita dari melihat kebutuhan utama (22-23). Segala-galanya diukur dari harta. Waktu untuk keluarga digantikan dengan kemewahan. Waktu untuk anak dengan memanjakannya berlebihan. Bahkan waktu untuk Tuhan digantikan dengan memberi persembahan. Harta menjadi semacam sua untuk menggantikan tanggung jawab yang utama. Celakanya lagi, mata hati tambah buta sehingga menghalalkan cara demi mendapatkan harta. Ketiga, Yesus mengingatkan kita, kalau harta sudah menjadi tuan yang memperbudak kita, yang menyingkirkan Tuhan dari takhta hati kita maka kita harus membuat pilihan: kembali setia menyembah Allah atau tetap terjebak menuruti mamon (24).
Evaluasi ulang hidup Anda dan pandangan Anda terhadap harta. Jangan sampai Anda mengisi hidup ini dengan hal yang sia-sia, sehingga kehilangan damai, relasi yang baik, dan akhirnya menyesal berkepanjangan.
e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/01/11/
Berbagi di Facebook
Sunday, January 10, 2010
Identitas Murid Sejati (Matius 5:1-16)
Dari mana orang dunia tahu siapa yang sesungguhnya menjadi murid Tuhan? Tentu dari cara hidup orang yang meneladani Kristus. Ajaran Tuhan Yesus di pasal-pasal yang sangat terkenal ini (Mat. 5-7) ditujukan kepada setiap orang yang mengaku murid Kristus. Perikop hari ini mengungkapkan jati diri dan misi Kristen sejati.
Murid Tuhan sejati adalah orang yang tidak bersandar pada kekuatan sendiri melainkan pada Allah sebagai sumbernya. Oleh karena itu ia mengaku diri miskin di hadapan Allah (3), menolak sukacita yang ditawarkan oleh dunia ini (4), serta lapar dan haus akan kebenaran (6). Ia hanya meneladani sikap Sang Guru yang lemah lembut (5), murah hati (7), serta membawa damai (9). Ia memelihara hati yang suci (8), walaupun untuk itu ia harus siap menerima dengan sukacita ketika dianiaya oleh sebab kebenaran (10-12). Karakter murid Tuhan menyatakan kualitas hidupnya.
Murid sejati memberi dirinya dibentuk oleh Tuhan dan bukan oleh dunia ini. Itu sebabnya, bukan hanya karakternya meniru karakter Kristus, secara aktif dan kreatif seorang murid sejati hadir memancarkan terang Sang Guru di dalam dunia yang gelap (14-16). Kualitas karakternya membuat kualitas terang Ilahi memancar melalui dirinya. Dia menghadirkan pengaruh Ilahi dalam perjumpaannya dengan dunia ini, yaitu menggarami dunia dengan kualitas kehidupan Kristen sejati (13).
Andakah murid Tuhan sejati? Bukan berarti sudah sempurna, tetapi sedang diproses oleh Tuhan supaya kualitas kemuliaan Allah boleh memancar keluar dari kehidupan Anda. Mari jujur periksa hidup Anda. Kualitas karakter apa yang perlu Anda asah dan pertajam? Kotoran apa yang perlu dikikis habis agar kemilau Kristus memancar keluar menjadi kesaksian yang indah akan Dia, sehingga karakter tersebut menjadi daya pendobrak yang menghancurkan kejahatan dunia? Jangan lupa sumber semangat, kekuatan, dan hikmat ada pada Kristus.
http://www.gkiisidikalang.co.cc
e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/01/06/
Berbagi di Facebook
Murid Tuhan sejati adalah orang yang tidak bersandar pada kekuatan sendiri melainkan pada Allah sebagai sumbernya. Oleh karena itu ia mengaku diri miskin di hadapan Allah (3), menolak sukacita yang ditawarkan oleh dunia ini (4), serta lapar dan haus akan kebenaran (6). Ia hanya meneladani sikap Sang Guru yang lemah lembut (5), murah hati (7), serta membawa damai (9). Ia memelihara hati yang suci (8), walaupun untuk itu ia harus siap menerima dengan sukacita ketika dianiaya oleh sebab kebenaran (10-12). Karakter murid Tuhan menyatakan kualitas hidupnya.
Murid sejati memberi dirinya dibentuk oleh Tuhan dan bukan oleh dunia ini. Itu sebabnya, bukan hanya karakternya meniru karakter Kristus, secara aktif dan kreatif seorang murid sejati hadir memancarkan terang Sang Guru di dalam dunia yang gelap (14-16). Kualitas karakternya membuat kualitas terang Ilahi memancar melalui dirinya. Dia menghadirkan pengaruh Ilahi dalam perjumpaannya dengan dunia ini, yaitu menggarami dunia dengan kualitas kehidupan Kristen sejati (13).
Andakah murid Tuhan sejati? Bukan berarti sudah sempurna, tetapi sedang diproses oleh Tuhan supaya kualitas kemuliaan Allah boleh memancar keluar dari kehidupan Anda. Mari jujur periksa hidup Anda. Kualitas karakter apa yang perlu Anda asah dan pertajam? Kotoran apa yang perlu dikikis habis agar kemilau Kristus memancar keluar menjadi kesaksian yang indah akan Dia, sehingga karakter tersebut menjadi daya pendobrak yang menghancurkan kejahatan dunia? Jangan lupa sumber semangat, kekuatan, dan hikmat ada pada Kristus.
http://www.gkiisidikalang.co.cc
e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/01/06/
Berbagi di Facebook
Etika Hati (Matius 5:21-48)
Bagaimana menjalankan kehidupan yang benar yang melampaui apa yang dilakukan para pemuka agama Yahudi? Mulailah dengan hati, yakni dari apa yang menjadi motivasi Anda melakukan hal tersebut.
Yesus memberikan contoh agar para murid melihat de-ngan jelas bagaimana menjalani hidup yang benar yang sesuai dengan ajaran- Nya. Yesus mengutip penafsiran keliru para pemimpin agama Yahudi akan Taurat, dan memberikan penafsiran-Nya yang benar dan berotoritas. Ia menegaskan motivasi di balik melakukan Taurat. Yaitu etika hati.
Yesus menentang penafsiran yang sempit dan yang membuka peluang untuk dosa! Membunuh bukan semata-mata perbuatan fisik, marah dan menfitnah juga bisa membunuh (21-26). Adalah munafik bila melakukan ritual ibadah dengan hati mendendam. Perzinaan telah dimulai dari hati yang kotor, berfantasi jorok melecehkan lawan jenis, dan akhirnya bermuara pada perbuatan zina (27-30). Melegalkan perceraian adalah sama dengan menolak penetapan Tuhan mengenai pernikahan kudus (31-32). Apalagi pada zaman itu, ada kekeliruan dalam menafsirkan Taurat, yakni perceraian boleh dilakukan oleh seorang suami ketika ia menemukan ketidak-pantasan apa pun dari istrinya. Bagaimana dengan bersumpah (33-37)? Pada masa itu ada pandangan bahwa bersumpah asal tidak langsung dengan nama Allah, dianggap tidak mengikat (34-36). Itu sebabnya Yesus menegaskan bahwa bukan sumpah, tetapi adanya konsistensi kata dengan perbu-atan: Jika Ya katakan Ya, jika Tidak katakan Tidak! Dua contoh terakhir berhubungan erat dengan motivasi kasih (38- 48). Hukum mata ganti mata atau lex talionis yang merupakan pembalasan digantikan pembalasan dengan kasih. Mengasihi harus dengan kasih Ilahi, bukan semampunya manusia (48)!
Semua dimulai dari hati! Hati yang sudah diperbarui oleh Roh Kudus yang melahirbarukan orang berdosa menjadi anak Tuhan. Dengan hati yang sudah diperbarui, mari kita melakukan segala sesuatu dengan pemahaman yang benar.
http://www.gkiisidikalang.co.cc
e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/01/08/
Berbagi di Facebook
Yesus memberikan contoh agar para murid melihat de-ngan jelas bagaimana menjalani hidup yang benar yang sesuai dengan ajaran- Nya. Yesus mengutip penafsiran keliru para pemimpin agama Yahudi akan Taurat, dan memberikan penafsiran-Nya yang benar dan berotoritas. Ia menegaskan motivasi di balik melakukan Taurat. Yaitu etika hati.
Yesus menentang penafsiran yang sempit dan yang membuka peluang untuk dosa! Membunuh bukan semata-mata perbuatan fisik, marah dan menfitnah juga bisa membunuh (21-26). Adalah munafik bila melakukan ritual ibadah dengan hati mendendam. Perzinaan telah dimulai dari hati yang kotor, berfantasi jorok melecehkan lawan jenis, dan akhirnya bermuara pada perbuatan zina (27-30). Melegalkan perceraian adalah sama dengan menolak penetapan Tuhan mengenai pernikahan kudus (31-32). Apalagi pada zaman itu, ada kekeliruan dalam menafsirkan Taurat, yakni perceraian boleh dilakukan oleh seorang suami ketika ia menemukan ketidak-pantasan apa pun dari istrinya. Bagaimana dengan bersumpah (33-37)? Pada masa itu ada pandangan bahwa bersumpah asal tidak langsung dengan nama Allah, dianggap tidak mengikat (34-36). Itu sebabnya Yesus menegaskan bahwa bukan sumpah, tetapi adanya konsistensi kata dengan perbu-atan: Jika Ya katakan Ya, jika Tidak katakan Tidak! Dua contoh terakhir berhubungan erat dengan motivasi kasih (38- 48). Hukum mata ganti mata atau lex talionis yang merupakan pembalasan digantikan pembalasan dengan kasih. Mengasihi harus dengan kasih Ilahi, bukan semampunya manusia (48)!
Semua dimulai dari hati! Hati yang sudah diperbarui oleh Roh Kudus yang melahirbarukan orang berdosa menjadi anak Tuhan. Dengan hati yang sudah diperbarui, mari kita melakukan segala sesuatu dengan pemahaman yang benar.
http://www.gkiisidikalang.co.cc
e-SH versi web: http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/01/08/
Berbagi di Facebook
Subscribe to:
Posts (Atom)