Saturday, May 29, 2010

Berdasarkan kasih karunia (Yudas 1:3-4)

Bagai musuh dalam selimut, begitulah keberadaan oknum-oknum pengajar sesat yang menyelusup masuk ke dalam komunitas orang beriman. Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang memutarbalikkan kebenaran tentang kasih karunia Tuhan agar dapat melakukan perbuatan dosa. Mereka berkata bahwa orang yang telah menerima kasih karunia Tuhan dapat melakukan apa saja yang mereka sukai. Meski perbuatan dosa sekalipun. Dan mereka tidak perlu takut akan hukuman Allah.

Masalahnya umat tampaknya tak menyadari betapa berbahayanya mereka. Sebab itulah Yudas, yang semula ingin menulis surat yang berisi pengajaran tentang keselamatan, kemudian jadi menulis tentang pengajaran sesat. Surat Yudas ini menjadi penting karena pengajaran sesat memang harus dilawan. Jika tidak, orang yang lemah iman bisa tersandung. Bila sudah terpengaruh kesesatan itu, umat akan jadi susah memahami bahwa iman yang benar harus diikuti dengan tindak tanduk dan perbuatan yang benar pula. Maka sesatlah pengajaran yang mengatakan bahwa kasih karunia Allah membebaskan orang untuk melakukan segala sesuatu, apa pun bentuknya. Ini kasih karunia murahan namanya! Artinya kasih karunia tanpa pertobatan. Seolah-olah kasih karunia justru merupakan surat izin untuk berbuat dosa. Padahal bukan demikian! Terlebih lagi, sikap hidup demikian sesungguhnya merupakan penyangkalan terhadap Tuhan Yesus!

Pengajaran yang benar adalah, kasih karunia Allah justru memberi kuasa kepada orang percaya untuk melakukan apa yang benar, yang sesuai dengan kehendak Allah. Paulus pun pernah mengatakan bahwa orang yang tidak menunjukkan pertobatan dengan terus melakukan dosa sesungguhnya bukanlah warga Kerajaan Allah (ayat 1Kor. 6:9-11; Gal. 5:19-21).

Bagaimana pemahaman kita sendiri tentang kasih karunia? Kiranya kasih karunia Allah menolong kita untuk bertumbuh dalam pemahaman iman yang benar, sehingga melaluinya kita tahu bagaimana kita harus hidup.
Sumber : E-Sabda

Jangan sesat! (Yudas 1:5-19)

Menjauh dari Allah?" Kita mungkin akan menggelengkan kepala untuk menolak ajakan itu. Namun mari kita perhatikan tindakan kita, gaya hidup kita, pola konsumsi kita, apakah semua itu sudah sesuai dengan kehendak Allah?

Yudas memberi contoh untuk menjelaskan bahwa di antara komunitas orang beriman, ada yang memberontak terhadap Allah. Misalnya orang Israel yang mengalami kedahsyatan Allah saat dibebaskan dari Mesir (ayat 5). Beberapa dari antara mereka kemudian tidak mau memercayai Allah. Akibatnya Tuhan menghukum dengan tidak membiarkan mereka masuk ke tanah perjanjian. Atau sekelompok malaikat yang semula punya hak istimewa untuk tinggal di dekat Allah (ayat 6). Beberapa dari antara mereka memberontak melawan
Allah. Tentu saja mereka akan menerima murka-Nya! Contoh lain adalah Sodom dan Gomora, dengan penyimpangan seksual mereka (ayat 7). Mereka menerima hukuman (Kej. 19:1-29).


Bagi Yudas, para penyesat itu seperti pemimpi yang hidup dalam dunia religius yang tidak nyata, yang menginginkan kehidupan beriman sesuai keinginan sendiri (ayat 8-10). Mereka seperti Kain, yang menjalankan ritual agama tanpa iman; atau seperti Bileam, yang mempraktikkan hidup keagamaan untuk keuntungan pribadi; atau seperti Korah, yang menolak otoritas Allah (ayat 11). Selain itumereka juga rakus (ayat 12). Tak heran bila Yudas menggambarkan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak punya kualitas iman (ayat 12-13) karena hidup menuruti hawa nafsu fasik (ayat 18-19). Mereka tidak membiarkan Roh Kudus memimpin hidup mereka. Sebab itu Yudas memperingatkan bahwa mereka akan dihukum Allah (ayat 14-16).

Bagaimana penilaian kita tentang hidup yang demikian? Mengerikan? Namun mari selidiki diri kita, masih adakah segi hidup yang tidak kita serahkan untuk dipimpin Roh Kudus? Masih adakah aspek hidup yang kita hindarkan dari mata tajam Allah karena keinginan memuaskan diri? Kiranya kita memperlihatkanlah hidup yang sesuai dengan iman dan pengenalan akan Tuhan yang kudus.
Sumber : E-Sabda
Thursday, May 27, 2010

Waspada dalam pergaulan (1Korintus 10:1-11:1)

Hal yang berharga bagi kehidupan bisa juga mengandung bahaya yang besar. Pisau kecil meski cukup untuk melukai, tetapi tidak sebahaya belati atau kapak. Demikian halnya dengan pergaulan. Pergaulan adalah salah satu karunia mulia untuk hidup manusia. Pergaulan membuat kita mengenal diri, bertumbuh dalam relasi, mengembangkan berbagai fungsi sosial, dan aspek kemanusiaan lainnya. Namun selain merusak diri sendiri, pergaulan yang buruk dapat menyebarkan infeksi kejahatan lebih jauh lagi dalam masyarakat.

Kota Korintus, tempat orang Kristen penerima surat ini tinggal, merupakan kota metropolitan yang terkenal dengan gaya hidup yang bebas. Selain godaan kemakmuran (materialitis), berhala dan percabulan juga luar biasa dahsyatnya di sana. Beberapa dari orang Kristen di Korintus sudah terjerat oleh gaya hidup cemar yang melawan kekudusan Tuhan, rupanya karena tidak berhati-hati dalam pergaulan. Maka Paulus mengingatkan jemaat Tuhan agar belajar dari kegagalan umat Israel zaman Keluaran. Waktu itu semua sudah mengalami karya penyelamatan Allah melalui kepemimpinan Musa. Mereka telah menyeberangi batas dan sudah siap memasuki tanah perjanjian; mereka menerima pimpinan Allah, dipelihara Allah melalui manna dari surga, dan banyak lagi berkat Ilahi lain. Namun tidak satu pun dari mereka yang akhirnya diizinkan masuk tanah perjanjian. Berbagai sifat jahat membuat mereka didiskualifikasi Allah!

Kita semua sedang melintasi dunia menuju surga mulia. Dalam dunia ini kita harus bergaul, sebab itu merupakan hakikat sosial kita, juga merupakan panggilan misi. Untuk menjaga kekudusan, jalan paling mudah adalah langsung masuk surga, alias mati secepatnya. Namun Allah menjadikan padang gurun kehidupan dunia bagai sekolah untuk memurnikan kita. Melaluinya kita mengalami penyertaan dan kuasa Allah yang memelihara serta menguduskan. Maka pergaulan dengan orang dunia adalah suatu keharusan. Orang Kristen harus belajar bergaul dengan memancarkan terang Allah sehingga pergaulan itu bukan merusak diri, tetapi membawa kemungkinan terjadinya dampak anugerah kepada yang belum mengalami.
Sumber : E SH

Taatilah Allah (Yunus 1:1-9)

Perjanjian Allah dengan Abraham menyebutkan bahwa melalui keturunan Abraham, Allah akan memberkati bangsa-bangsa. Namun belum ada orang Israel yang pernah pergi ke bangsa lain untuk menceritakan kebesaran Allah. Inilah satu-satunya kisah di PL, di mana ada orang Israel yang diperintahkan untuk pergi ke bangsa nonIsrael mewartakan panggilan pertobatan (ayat 1-2).

Bagaimana reaksi Yunus? Ia memang tidak mengatakan apa pun. Ia hanya pergi ke Yafo dan dari situ ia naik kapal ke Tarsis (ayat 3), bukan ke Niniwe seperti yang diperintahkan Tuhan. Yunus menolak menaati perintah Allah. Bagi dia, orang Niniwe tidak layak menerima kasih karunia Allah. Yang patut mereka terima hanyalah murka Allah. Itulah sebabnya Yunus melarikan diri dari Allah. Yunus mungkin lupa bahwa Allah berkuasa atas alam raya ini. Jadi ke mana pun dia pergi, Allah pasti tahu. Benar saja, Allah yang berkuasa itu kemudian mengirimkan badai yang membuat laut bergelora (ayat 4). Rasa takut yang muncul karena nyawa terancam membuat awak kapal berdoa kepada allah mereka. Sementara si hamba Allah justru tidur nyenyak (ayat 5). Yunus jadi tidak peka pada apa yang sedang dilakukan Allah. Sementara orang-orang yang tidak mengenal Allah justru sadar benar bahwa bencana itu terjadi karena ada yang menyebabkan. Walaupun kemudian Yunus mengatakan bahwa ia takut akan Tuhan (ayat 9), tindakannya sama sekali tidak memperlihatkan hal itu. Jika Yunus memang takut akan Allah, ia pasti akan menaati Allah atau setidaknya berdoa ketika terjadi badai.

Yunus dikenal bukan karena kesalehan, melainkan karena pemberontakannya. Dialah satu-satunya nabi yang tercatat melarikan diri dari Allah. Lalu seperti apa orang lain mengenal kita, dalam hal hubungan kita dengan Allah? Seperti Yunus, kita mungkin sering ingin menghindar dari kehendak Allah. Namun belajar dari kisah Yunus, kita melihat bahwa penting bagi kita untuk mematuhi perintah Allah dengan pemahaman bahwa Dialah yang utama dalam hidup kita.
Sumber : E-SH
Tuesday, May 25, 2010

Restorasi hidup (Yehezkiel 48:30-35)

Bangsa Israel dipanggil untuk menjadi saksi bagi semua bangsa. Pengharapan yang dijanjikan kepada Israel mencapai klimaks dengan sebuah kota yang berperan sentral dalam kehidupan Israel sebagai bangsa yang dipanggil menjadi saksi bagi semua bangsa. Sentralitas kota terlihat melalui lokasi yang dikhususkan untuk TUHAN. Namun kota ini terletak bukan di wilayah yang dikuduskan. Artinya dapat diakses oleh siapa saja: orang awam, bahkan orang asing.

Kota ini memiliki dua belas pintu keluar yang diberi nama menurut kedua belas anak Yakub. Ini menunjukkan setiap orang Israel punya hak yang sama atas kota ini. Pemilihan kata "pintu keluar" alih-alih "pintu gerbang" atau "pintu masuk" menunjukkan bahwakota ini berorientasi keluar: orang akan keluar dari kota itu, berkat TUHAN akan keluar dari kota itu, kemuliaan TUHAN juga akan terpancar keluar dari kota itu. Kota itu akan jadi pengingat bagi Israel bahwa mereka dipanggil untuk menjadi kesaksian bagi bangsa lain.

Nama kota ini dalam bahasa Ibrani memiliki bunyi yang mirip dengan kata "Yerusalem". Penghindaran penggunaan "Yerusalem" nampaknya adalah upaya menegaskan bahwa Israel dan Yerusalem baru tak akan seperti Israel dan Yerusalem lama. Akan ada pembaruan drastis karena TUHAN dan umat akan bersekutu secara riil, tidak lagi melalui ritual ibadah tak bermakna, yang membawa mereka ke pembuangan.

Klimaks yang intens dan berakhir dengan nama yang indah itu menunjukkan bahwa yang terpenting bukanlah pemulihan kondisi politis atau pembangunan kembali infra-struktur yang telah hancur. Melebihi semuanya, kehadiran TUHAN dalam persekutuan dengan umat-Nya, itulah yang terutama. Kehilangan terbesar manusia ketika jatuh ke dalam dosa adalah persekutuan dengan Allah, dan restorasi terbesar yang TUHAN janjikan adalah TUHAN hadir bersama umat-Nya. Sudahkah restorasi itu terjadi di dalam hidup Anda? Bagaimana hidup Anda mengkomunikasikan restorasi itu kepada orang-orang di sekitar Anda?
Sumber : E-SH

Tenang, ada Allah (Yudas 1:24-25)

Dalam dunia selam (diving) berlaku aturan bahwa seorang penyelam tidak boleh menyelam sendirian. Ia harus ditemani orang lain yang disebut buddy. Gunanya adalah agar mereka bisa saling melindungi saat berada di kedalaman laut. Hal yang hampir sama juga ada dalam kehidupan orang Kristen. Di tengah belantara dunia dengan berbagai ajaran sesat yang selalu berusaha menghadang perjalanan iman, orang Kristen tidak boleh sendirian. Yang berbeda adalah, orang Kristen ditemani oleh satu pribadi yang jauh lebih berkuasa, yaitu Allah. Inilah yang diyatakan Yudas di bagian penutup suratnya.

Yudas ingin meyakinkan para pembaca suratnya mengenai kuasa Allah yang akan menolong mereka, agar tetap setia di tengah berbagai ancaman terhadap iman mereka. Bagian penutup ini seolah ingin mengangkat semua permasalahan yang dihadapi orang percaya di bumi ke hadapan Allah.

Yudas memang tidak ingin pembaca suratnya terpojok dalam kegelapan  masalah. Ia ingin mengingatkan mereka bahwa Allah berkuasa membawa setiap orang, yang adalah milik-Nya, ke hadapan-Nya. Selain itu, pernyataan Yudas di akhir surat mengenai Allah memperlihatkan bahwa Ia adalah Juruselamat melalui Tuhan Yesus Kristus. Maka apa pun yang dikatakan oleh para penyesat itu, orang percaya harus yakin bahwa hanya ada satu Allah dan Juruselamat. Di dalam Dialah ada kemuliaan, kebesaran, kekuatan, dan kuasa (ayat 25). Maka seberapa besar pun ancaman dari si penyesat, Allah jauh lebih besar. Dialah Pemenang. Hanya jika kita tetap tinggal di dalam Dia, kita mendapat jaminan untuk menang juga. Hanya dengan beriman kepada kuasa Allah kita akan berdiri teguh dalam iman kita kepada Dia.

Yudas adalah kitab yang penuh dengan peringatan akan bahaya, tetapi kemudian ditutup dengan penuh keyakinan akan Allah dan kuasa-Nya. Bahaya yang dihadapi orang beriman, memang seharusnya semakin memperkokoh iman kita kepada Allah yang Maha Kuasa itu.
Sumber : E - SH
Friday, May 21, 2010

Kedatangan Anak Manusia (Matius 24:29-36)

Bagaimanakah Tuhan Yesus akan datang untuk keduakalinya? Kedatangan-Nya akan bersifat universal dan diketahui oleh semua bangsa di dunia (ayat 29-30).

Kedatangan Tuhan Yesus yang kedua membawa pesan yang berbeda dari kelahiran-Nya di kandang Betlehem yang sederhana dan dari kematian-Nya di kayu salib yang terkutuk. Kedatangan-Nya yang kedua menunjukkan kemuliaan dan kekuasaan-Nya (ayat 30). Para malaikat Tuhan akan pergi ke seluruh penjuru dunia untuk mengumpulkan umat pilihan-Nya menyongsong Tuhan (ayat 31).Kebenaran ini akan memberikan semangatjavascript:void(0) baru bagi semua umat percaya di dalam menghadapi Akhir Zaman dengan penuh kekuatan dan pengharapan, meskipun mereka harus melewati masa-masa sulit sebelumnya.

Kedatangan Yesus yang kedua akan terjadi dengan segera (ayat 24) dan pasti (ayat 25), meskipun Tuhan tidak mengisyaratkan waktunya (ayat 36). Kesegeraan kedatangan Yesus tidak dapat disangkali dari perikop yang kita baca pada hari ini, meskipun pesan tersebut tidaklah harus diartikan secara hurufiah seluruhnya. Nampak jelas bahwa Yesus tidak menginginkan umat-Nya lengah di dalam menantikan kedatangan-Nya. Bahkan Ia menjamin bahwa apa yang Ia firmankan pasti akan terjadi (ayat 25).

Kapan waktunya? Malaikat-malaikat di surga tidak tahu. Tuhan Yesus menggunakan ungkapan `anak manusia' untuk melukiskan tentang diri- Nya sendiri, dan mengatakan bahwa Ia sendiripun tidak tahu kapan saatnya. Hanya Allah Bapa yang mengetahuinya. Usaha-usaha untuk meramal hari kedatangan-Nya adalah sia-sia. Sikap positif yang dapat kita lakukan adalah berjaga-jaga dan berpegang pada pengharapan pasti yang telah dijanjikan-Nya.

Mari bersyukur untuk janji Tuhan akan kedatangan-Nya. Ia akan datang mengumpulkan kita dalam kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Waktunya sudah dekat dan pasti akan segera datang!
Sumber : sabda

Siksaan dan penyesatan di akhir zaman (Matius 24:15-28)

Yesus menekankan betapa dahsyatnya penderitaan dan siksaan yang akan dialami umat percaya menjelang zaman ini berakhir (lih. 24.9-13). Yesus mengutip nubuat Daniel bahwa penderitaan itu akan dilakukan oleh pembinasa keji yang mengambil tempat dari takhta raja yang diurapi/tempat kudus (ayat 15; lih. Dan. 9:20-27). Nubuat ini secara sejarah sudah digenapi dengan kehancuran Yerusalem di tahun 70, tetapi akan digenapi lebih dahsyat dan tuntas pada akhir zaman.

Yesus menggambarkan kedahsyatan penderitaan tersebut secara jelas (ayat 16-22). Maka orang dinasihatkan untuk menyelamatkan jiwa daripada mempertahankan harta (ayat 17-18), sebaiknya tidak menambah beban dengan hamil dan memiliki bayi (ayat 19). Berdoa supaya saat melarikan diri dihindarkan dari musim dingin dan hari Sabat (ayat 20). Siksaan ini begitu dahsyat, yang jika tidak dipersingkat waktunya maka tidak akan ada yang mampu bertahan (ayat 21-22). Lukisan di atas tidak mendorong kita untuk menjadi pengecut yang lari dari kenyataan. Lukisan di atas berfungsi untuk menggambarkan betapa seriusnya dan beratnya siksaan yang dilakukan oleh si pembinasa keji.

Lukisan mengenai si penyesat, mesias palsu, dan nabi palsu juga diperjelas (ayat 23-26). Mereka digambarkan sebagai penyesat yang dapat melakukan tanda-tanda dan mukjizat yang dahsyat. Banyak orang akan tertipu oleh tanda-tanda tersebut bahkan termasuk orang-orang pilihan.

Baik gambaran mengenai beratnya penyiksaan oleh pembinasa keji dan dahsyatnya penyesatan oleh Mesias palsu dan nabi palsu mengingatkan kita untuk bersikap waspada dan tidak terlena. Sekuat apa pun iman kita, Yesus mengingatkan bahwa kita rentan.

Doa: Tuhan berikan kepada kami kekuatan untuk bertahan di dalam masa- masa sulit di akhir zaman. Tolong kami untuk bersikap rendah hati, tidak lengah, dan hanya mengandalkan perlindungan-Mu.
Sumber : Sabda
Wednesday, May 19, 2010

Melayani dari Hati (1Tawarikh 11:10-47)

Adakah hamba Tuhan yang sukses dalam pelayanan tanpa dukungan orang lain? Bahkan Tuhan Yesus selama masa pelayanan-Nya di Palestina menerima dukungan dari beberapa wanita untuk kebutuhan hidup-Nya dan para murid-Nya (Luk. 8:1-3).

Perikop ini memperlihatkan banyak orang yang berperan di balik kesuksesan Daud sebagai raja. Mereka adalah hamba-hamba Tuhan sama seperti Daud. Melalui merekalah Tuhan memberikan kemenangan besar (ayat 14). Mereka menjadi pendukung Daud yang setia, bahkan yang rela berkurban demi raja mereka. Daud memelihara relasi yang dekat dan timbal balik dengan para pendukungnya. Mereka setia mendukung Daud, Daud menghargai kesetiaan mereka dan lebih bertanggung jawab lagi dalam tugas menggembalakan umat Tuhan.

Satu kisah yang mengharukan dicatat di sini. Tiga kepala pasukan Daud dengan berani menerobos perkemahan pasukan musuh untuk mengambilkan air minum bagi Daud dari perigi di Betlehem. Betlehem sebagai kota kelahiran Daud, pasti menimbulkan nostalgia baginya. Respons Daud membuktikan kepeduliannya atas anak buahnya. Dengan tidak meminum air pemberian itu, sebaliknya mempersembahkannya kepada Tuhan, Daud menyatakan penghargaannya yang besar kepada ketiga anak buahnya itu. Apa yang mereka lakukan bagi Daud karena kecintaan mereka terhadap dia, kini Daud peruntukkan bagi Tuhan. Seakan-akan kata-kata Yesus diwujud nyatakan lewat peristiwa ini, "Apa yang kamu lakukan kepada salah seorang yang kecil ini, kamu lakukan untuk Aku" (Mat. 25:40).

Baik Daud maupun para pendukungnya, melakukan pelayanan karena hati yang mengasihi Tuhan sehingga mereka pun saling mengasihi. Kiranya pelayanan kita pun juga memiliki motivasi serupa. Apalagi kasih Kristus sudah nyata dalam hidup kita. Mari kita dukung para pemimpin kita dengan dukungan yang tulus, yang lahir dari kasih Ilahi.
Sumber : Sabda

Pelayan Tuhan (1Tawarikh 6:1-30)

Ketika masih kecil, saya beberapa kali mendengar komentar orang-orang tua bahwa menjadi hamba Tuhan bukanlah profesi yang menjanjikan masa depan yang cerah. Saya rasa orang tua saya pun dulu demikian berpikirnya. Namun hari ini saya adalah seorang yang melayani Tuhan secara penuh waktu, dan orang tua saya tidak malu untuk mengatakan bahwa anaknya adalah seorang hamba Tuhan. Anak-anak saya pun bangga memiliki ayah seorang yang mengabdikan dirinya untuk pekerjaan Tuhan. Bahkan, saya bersyukur untuk putri sulung saya yang sudah mempersembahkan dirinya untuk melayani Tuhan penuh waktu.

Setelah menyajikan silsilah dari berbagai suku Israel, yang semuanya tentu menimbulkan kebanggaan bagi masing-masing orang, penulis Tawarikh sekarang memfokuskan pasal 6 untuk menuturkan silsilah dari suku Lewi. Tuhan telah memilih suku Lewi secara khusus untuk melayani Dia di rumah Tuhan. Tiga anak Lewi yang menjadi tiga keluarga besar, Gerson, Kehat, dan Merari, masing-masing memiliki tugas di dalam pengelolaan rumah Tuhan (lih. Bil. 3).
 
Dari keluarga Kehat dipilih secara lebih khusus keluarga Harun untuk menjabat sebagai imam besar turun temurun. Harun adalah cucu Kehat dari Amran. Keluarga Harun memiliki posisi sentral dalam ibadah rumah Tuhan. Oleh karena itu silsilahnya dipaparkan terlebih dahulu (ayat 4-15). Setelah itu berturut-turut keluarga Gerson (ayat 20-21), Kehat (ayat 22-28), dan Merari (ayat 29-30).

Kebanggaan karena merupakan keturunan seorang hamba Tuhan atau karena ada anggota keluarga yang berprofesi hamba Tuhan seharusnya bukan menimbulkan kesombongan, melainkan dorongan untuk ikut terjun
dalam pelayanan. Menjadi hamba Tuhan adalah panggilan dan pilihan Tuhan sesuai dengan anugerah-Nya. Bukan jabatan atau status yang diutamakan, tetapi pekerjaan yang dipercayakan Tuhan, yang harus disyukuri dan dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab.
Sumber : Sabda
Tuesday, May 18, 2010

Jangan cobai Rajamu! (Mazmur 95)

Apa dosa umat Israel yang terus menerus diulang? Tidak memercayai Tuhan dengan sepenuh hati! Mereka terus menerus mencobai Dia dengan berbagai hal. Baik dengan menggantikan Dia dengan dewa-dewi bangsa lain, ataupun dengan terus bersungut-sungut untuk setiap masalah yang menimpa hidup mereka.

Berbagai hajaran keras sudah Tuhan timpakan kepada mereka atas ketidakpercayaan mereka. Salah satu yang paling dahsyat adalah ketika mereka harus kehilangan tanah perjanjian dan identitas mereka sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Namun di mazmur ini (8-11), salah satu hukuman dahsyat paling awal yang diingat pemazmur adalah ketika nenek moyang mereka untuk satu generasi kehilangan kesempatan masuk ke tanah Perjanjian gara-gara sikap tidak percaya mereka kepada Tuhan (lih. Bil. 14).

Hukuman dahsyat Tuhan tidak pernah dimaksudkan untuk menghancurkan melainkan untuk pertobatan. Hukuman dashyat seharusnya menyadarkan mereka, bahwa Tuhan adalah Raja mereka yang berdaulat serta berhak mendapatkan sembah, hormat, dan ketaatan mereka.

Inilah inti dari ayat 1-7. Pemazmur mengajak umat Tuhan beribadah kepada Tuhan dengan masuk ke hadirat-Nya (perhatikan ay. 1 “Mari…”; ay. 2 “biarlah kita menghadap…”; ay. 6 “Masuklah …”) karena Tuhan adalah Raja, Sang Pemilik umat-Nya. Dia bukan hanya Raja atas umat-Nya, tetapi atas alam semesta. Tidak ada satu pun di alam ciptaan ini yang dapat berkata, “Aku bebas menentukan hidupku sendiri”. Tuhan adalah Raja, berarti Dia harus menjadi segala-galanya bagi hidup umat-Nya. Itu berarti hanya ada kesetiaan tunggal kepada Dia, satu komitmen teguh kepada kehendak- Nya.

Kesadaran bahwa Tuhan adalah Raja yang berdaulat dan pemilik hidup kita seharusnya membawa kita pada ketaatan tanpa syarat. Apalagi di dalam Kristus, Sang Raja yang sudah menang itu, kita dipelihara dengan kepastian dan jaminan penuh dari Tuhan sendiri.
Sumber : sabda
Tuesday, May 11, 2010

"Sisa" umat di tengah yang ditolak (Roma 11:1-10)

Bagaimanakah sikap dan reaksi kita ketika kesaksian kita tentang Injil Yesus Kristus ditolak sebagian besar orang? Bagaimanakah menurut kita sikap Allah dalam kasus tersebut? Samakah sikap dan reaksi kita dengan sikap Allah?

Penolakan Israel terhadap Yesus menimbulkan permasalahan teologis. Israel adalah umat pilihan Allah untuk menjadi berkat bagi segala bangsa, yaitu menjadi bangsa yang melahirkan Juruselamat dunia.Kedudukan mereka dalam rencana keselamatan Allah untuk dunia sangat istimewa. Namun sebagaimana Abraham diperhitungkan benar karena imannya dan bukan karena perbuatan atau status, demikian juga keselamatan semua orang Israel harus didasarkan atas iman kepada Juruselamat. Tragis sekali ketika Mesias benar-benar datang dan melayani mereka, Ia ditolak dan disalibkan.

Masalahnya ialah, apakah Israel yang menolak Yesus itu tetap umat Allah? Atau karena telah menolak Yesus sang Penggenap janji Mesias, yaitu hal hakiki yang menjadikan Israel umat pilihan, maka mereka bukan lagi umat pilihan? Apakah Allah membuang mereka? Jika begitu, betapa sedih Paulus. Sebagai orang Yahudi, ia rindu bangsanya tetap umat Allah dan mengalami keselamatan yang dijanjikan Allah dan digenapi dalam Yesus. Alangkah ironis karena salah satu dari umat terbuang itu kemudian menjadi rasul bagi orang kafir!

Penolakan Israel tidak membuat rencana Allah buyar, tidak juga membuat Israel kehilangan status keterpilihannya (ayat 2). Di balik penolakan yang akibat ngerinya harus dipikul tiap orang Yahudi yang menolak Injil, Allah tetap mempertahankan sisa umat (ayat 5). Seperti halnya Paulus akhirnya merespons Yesus dengan benar, seperti pada zaman Elia Allah memelihara 7000 orang yang tetap setia pada-Nya, demikian pun secara misterius Allah pasti membuat ada sebagian orang Israel yang akhirnya percaya pada Yesus. Sungguh ajaib anugerah dan jalan Allah! Maka dalam kesaksian kita pun, jangan mudah putus asa karena penolakan orang. Berharaplah penuh pada keajaiban anugerah dan jalan-jalan Allah!
Sumber : Sabda
Friday, May 7, 2010

Beritakan terus! (Roma 10:16-21)

Israel dikenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk. Mereka memang keras kepala dan tidak mudah percaya. Sehingga walaupun telah mendengar firman Tuhan, mereka belum tentu mau memberikan respons positif (ayat 18).

Begitu pula mengenai pemberitaan tentang keselamatan di dalam Kristus. Mereka menolak Mesias yang sebenarnya sudah dinanti-nantikan oleh bangsa Israel sejak lama. Maka Allah beralih kepada bangsa-bangsa lain (bdk. Yes. 65:10). Allah memperdengarkan berita keselamatan itu kepada bangsa-bangsa di luar Israel. Bangsa-bangsa ini kemudian merespons dengan iman dan menerima anugerah keselamatan. Walau demikian Allah tidak menutup pintu rapat-rapat bagi orang Israel. Meski Allah telah menyatakan belas kasih-Nya kepada bangsa-bangsa lain, kasih-Nya kepada bangsa Israel masih tetap tercurah. Mereka masih melekat di hati-Nya. Sebab itu Allah selalu berusaha menjangkau Israel (ayat 21). Ia mau mengajak mereka untuk kembali kepada-Nya dan menikmati kasih karunia-Nya.

Kisah kasih setia Allah kepada bangsa Israel ini mengingatkan kita pada orang-orang yang sudah berulang kali kita perdengarkan beritakan keselamatan, tetapi belum juga terbuka pada Injil dan mau bertobat. Jangan pernah menyerah. Allah masih ingin memakai kita untuk berbicara kepada orang-orang yang mengeraskan hati dan menutup diri terhadap Injil. Walaupun ada masa kita merasa bahwa pemberitaan kita sia-sia, bagai menguap tak berbekas, ingatlah bahwa Roh Kudus masih setia bekerja. Jadilah seperti Paulus, yang tetap memiliki keterbebanan agar bangsanya diselamatkan walaupun mereka menolak Kristus. Yakinlah bahwa pemberitaan kita tidak akan sia-sia. Benih Injil itu masih punya kesempatan untuk bertumbuh. Ketahuilah bahwa Allah tidak menghendaki seorang pun binasa, Ia ingin semua orang bertobat (2Ptr. 3:9). Bila kita tetap setia dan tidak jemu, orang dapat terus mendengar Injil dan punya kesempatan menerima kasih karunia Allah.
Sumver : Sabda

Beritakanlah (Roma 10:4-15)

Hukum Taurat adalah kebenaran Ilahi, yang berfungsi sebagai rambu-rambu penunjuk jalan. Orang tak akan pernah sampai kepada Allah hanya dengan berpedoman Hukum Taurat. Kristuslah jalan. Hanya melalui Dia sajalah orang dapat sampai kepada Allah. Namun orang Israel merasa sulit menerima pemahaman tersebut. Bagaimana mungkin meniadakan kesalehan dan mengutamakan kasih karunia?

Padahal pengajaran Paulus begitu sederhana: mereka hanya perlu beriman kepada Yesus Kristus dan mengakui Dia sebagai Tuhan yang telah bangkit dari maut (ayat 9-10). Keselamatan ini tidak lagi terbatas hanya pada sekelompok orang tertentu, melainkan terbuka bagi setiap orang yang mau per-caya, tanpa memandang ras (ayat 11-13). Tak ada seorang pun yang perlu meragukan bahwa dia tak akan kebagian kasih karunia ini. Tak ada istilah bangsa pilihan dalam hal ini.

Karena Allah menujukan keselamatan bagi semua bangsa, tanpa memandang ras, tentu perlu ada orang yang menyebarluaskan berita keselamatan ini. Banyak orang di berbagai penjuru dunia yang belum pernah mendengar tentang Kristus, sebab itu perlu ada orang yang mau pergi ke tempat mereka dan memberitakan keselamatan di dalam Dia (ayat 14-15).  Sebagai orang yang telah menerima anugerah keselamatan, kita pun beroleh tugas untuk memberitakan warta keselamatan itu. Di mana kita dapat melakukannya? Di rumah, di kantor, atau di lingkungan sekitar kita? Namun ada juga orang-orang yang memiliki kerinduan untuk mewartakan Injil ke tempat-tempat asing yang belum pernah dia ketahui sebelumnya. Untuk mereka, kita perlu berdoa agar banyak pintu yang terbuka bagi pemberitaan mereka.

Gereja pun, terutama yang sudah lama berdiri, seharusnya tidak hanya berkutat dengan masalah pelayanan internal. Sudah saatnya memikirkan dan mendoakan secara serius untuk mengirimkan utusan Injil ke tempat-tempat jauh itu agar semakin banyak orang yang memiliki kesempatan untuk mendengar dan merespons Injil.
Sumber : Sabda
Wednesday, May 5, 2010

Tak dapat dipisahkan (Roma 8:31-39)

Apakah keselamatan kita berlaku tetap dalam segala situasi dan kondisi? Ketika kita mengalami masalah atau penderitaan, bukankah kadang kala kita bertanya-tanya, merasakan apakah Allah sedang menjauhi kita? Atau apakah Allah masih mengasihi kita?

Paulus tidak menolak fakta bahwa orang Kristen juga menghadapi musuh dan masalah (bdk. Mzm. 44:23). Namun orang percaya harus tahu bahwa pencobaan dan penderitaan bukan merupakan tanda bahwa Allah mengalihkan kasih-Nya. Karena itu Paulus mengemukakan fakta lain yang jauh lebih penting, yaitu Allah berada di pihak orang percaya (ayat 31)! Maka tidak ada satu pihak pun yang dapat mengalahkan atau menggugat orang-orang pilihan Allah di hadapan Allah (ayat 33). Lalu jika Allah yang menjadi jaminan kita, mengapa kita harus takut? Allah berada di pihak kita! Siapakah yang dapat melawan kita jika Allah yang Maha Kuasa itu ada di pihak kita?

Kita pun harus mengingat bahwa salib telah mendemonstrasikan anugerah Allah yang begitu besar bagi manusia. Jadi jika Allah telah bersedia mengaruniakan Anak-Nya yang terkasih, tentu tidaklah mengherankan bila Ia tidak akan menahan segala sesuatu untuk mkebaikan umat-Nya. Karya Allah melalui Anak-Nya itu seharusnya meyakinkan kita bahwa tak ada seorang pun yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya. Sehingga walaupun kita mengalami penderitaan, kita harus memandang hal itu sebagai konsekuensi dari identifikasi kita dengan Kristus (bdk. 1Ptr. 2:21-25; 4:14-19). Iman kita pun memang harus mengalami ujian agar bertumbuh.

Maka jangan lagi dikuasai ketakutan atau keraguan karena Tuhan kita, Yesus Kristus, telah menjadi Pengantara kita. Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya. kita harus meyakini bahwa salib Kristus merupakan jaminan bagi kemenangan iman kita dalam situasi apa pun yang kita hadapi. Bersukacitalah karena hal ini.
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/04/09/

Berbuah bagi Tuhan (Mazmur 92:13-16)

Ada seorang kawan saya yang memiliki rumah dengan halaman belakang kebun buah yang luas. Di kebun itu ia menanam berbagai pohon buah: rambutan, mangga, duku, durian, dan entah apa lagi lainnya. Ketika pohon-pohon itu berbuah, dengan bangga dan senang teman saya itu membagikan buah-buah itu kepada kami, kawan-kawannya. Atau kadang kami diundang bertandang ke rumahnya, lalu menikmati waktu untuk ngobrol dan menikmati buah.

Pernahkah terpikir oleh Anda mengapa banyak bagian Alkitab khususnya Mazmur, yang menggambarkan hidup orang beriman sebagai pohon buah dan diharapkan mengeluarkan buah yang baik dan lebat? Dalam kehidupan nyata apakah Anda tergolong pohon yang berbuah baik dan lebat, atau sebaliknya? Jika kita berbuah baik dan lebat, sang pemilik kebun yaitu Allah akan bersukacita. Ketika kita mengeluarkan banyak buah karakter, perilaku, dan pelayanan yang indah serta serasi dengan maksud-maksud Allah untuk hidup kita, kita juga menyukakan banyak pihak. Hidup yang berbuah baik dan lebat adalah hidup yang menyenangkan hati Allah dan membawa berkat bagi sesama.

Apa prasyarat agar kita me-miliki hidup yang berhasil, menyukakan hati Allah, dan jadi berkat bagi sesama? "Mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita." Seperti semua pohon di kebun kawan saya mendapat perhatian dan perawatan sampai berbuah lebat, demikian juga kita harus benar-benar ada dalam lingkup pemeliharaan, hadirat, dan berbagai ungkapan campur tangan-Nya dalam hidup kita. Apakah Anda memiliki hubungan akrab dengan Allah? Apakah Anda memelihara komunikasi intim dalam doa dan menerima siraman firman-Nya secara teratur? Apakah Anda menyambut dengan taat ketika Ia membersihkan bagian hidup yang mengganggu proses pertumbuhan dan pematangan buah karakter serta pelayanan Anda? Apakah dalam keterbukaan pada pertolongan Roh-Nya Anda makin menyatu dengan Allah hingga semua aspek hidup Anda sepenuhnya dihidupi dalam hadirat-Nya? Bila ya, kita pasti menghasilkan berbagai ungkapan hidup dan karya yang memuliakan Dia.
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/04/17/

Meniru Kristus, memuliakan Allah (Roma 15:1-13)

Adakah praktik dan tindakan dalam gereja Anda yang terkesan aneh untuk orang kebanyakan? Adakah sikap dan gaya hidup Anda yang bisa dinilai tidak lazim? Jika tidak ada, jangan-jangan gereja Anda dan hidup Anda belum sungguh memberlakukan sikap hidup Kristus!

Sedemikian pentingnya menerapkan sikap dan perilaku Kristus, sampai di tengah nasihatnya Paulus menaikkan doa kepada Allah (ayat 5-6). Tidak ada hal lebih penting untuk gereja praktikkan daripada meniru sikap Kristus yang beranugerah, yang mempersatukan jemaat dan mempertajam daya kejut kehadiran Kristen di tengah dunia. Jika kita tidak memiliki keberanian untuk radikal dan revolusioner ala Yesus Kristus, kita tidak memiliki daya kejut itu! Karena nasihatnya tidak mudah untuk dilakukan, maka Paulus menyebut dua sifat Allah: sumber ketekunan dan penghiburan!

Meniru Kristus dalam sikap dan perilaku bergereja membawa dampak radikal. Namun mengusahakan secara konsis-ten dan benar bukan hal mudah. Itu sebabnya Paulus berdoa kepada Allah yang tekun dan menghibur. Jika kita senada dengan kasih Allah dan pengorbanan Kristus dalam inkarnasi serta penderitaan-Nya demi menghasilkan perubahan dalam hidup manusia, maka akan terjadi hal yang radikal. Agar kita peka, mari renungkan: kehidupan Kristen dan kondisi gereja macam apa yang tidak menerapkan sikap Yesus? Bila gereja  tidak peduli pada kaum terpinggir; bila keanggotaan gereja atau kelompok persekutuan kita homogen (ras, tingkat pendidikan, kelompok ekonomi, dlsb.); bila pelayanan dan tata krama gereja disesuaikan dengan zona nyaman orang yang menganggap diri paling tahu dan rohani ketimbang oleh kebutuhan orang yang sering
diabaikan; inilah ciri gereja yang tidak seradikal sikap Yesus yang limpah anugerah!

Yesus mengurbankan kepentingan diri-Nya, merangkul yang lemah, terkulai, dan tak berdaya supaya kemuliaan Allah meraih mereka dan menciptakan umat yang hidup-mati hanya untuk meniru Ia dan memuliakan Allah saja!
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/04/27/
Monday, May 3, 2010

Jangan jadi Tuhan! (Roma 14:1-12)

Ssst! Tahukah Anda siapa-siapa saja di gereja atau persekutuan yang tidak rohani? Coba perhatikan cara berpakaian mereka, cara doa mereka, apa saja yang mereka makan. Psst! Kelompok persekutuan atau gereja mana saja yang tidak rohani? Tradisi ibadah apa saja yang tidak mereka turuti?

Ada berbagai isu yang oleh Alkitab tidak diberikan garis jelas, yang menyebabkan orang Kristen saling menghakimi. Dalam perikop ini Paulus mengacu pada dua isu, soal makanan (ayat 2) dan hari-hari khusus (ayat 5). Perbedaan pendapat muncul karena perbedaan latar belakang kelompok Kristen Yahudi dan bukan Yahudi. Daging yang dijual di tempat umum di kota-kota Romawi-Yunani dianggap tidak halal oleh orang Yahudi. Mungkin karena sudah dipersembahkan di kuil-kuil kafir. Maka orang Kristen Yahudi memiliki keberatan nurani untuk memakan daging. Terjadilah saling tuduh, yang makan daging merasa lebih kuat iman, yang tidak makan merasa lebih rohani. Pertikaian lain adalah di sekitar hari-hari raya. Meski sudah Kristen, orang asal Yahudi masih merayakan hari raya sesuai tradisi keyahudian mereka. Yang tidak berasal dari tradisi sama merasa tidak relevan merayakan hari raya tersebut. Maka terjadi lagi saling tuding. Kalau dibiarkan tentu tak baik bagi keutuhan gereja dan kesaksiannya!

Tentang hal-hal yang Alkitab tidak bicarakan dengan jelas, orang Kristen tak perlu saling menilai. Baik tentang makanan, hari raya, atau isu lain yang seringkali kita tidak sepakat sebab Alkitab tidak menyatakan dengan jelas. Kita harus berlapang dada untuk saling menerima. Bagaimana mempraktikkan sikap toleran ini. Pertama, masing-masing harus melakukan dengan hati yang yakin bukan dalam keraguan. Kedua, masing-masing melakukan dengan mengucap syukur kepada Tuhan. Apa pun perbuatan kita bukan untuk menyenangkan orang lain, tetapi untuk mensyukuri Allah. Ketiga, prinsip terpenting, semua orang harus hidup dalam tanggungjawab kepada Allah (ayat 12). Kita tidak berhak menilai! Jika kita menghakimi, kita mengambil posisi dan hak Allah!
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/04/25/

Menjadi terang (Kisah 13:47)

Alangkah berani khotbah pembelaan Paulus di Antiokhia di Pisidia ini! Ketika sebagian orang Yahudi menolak Injil yang Paulus dan Barnabas beritakan, Paulus mengklaim bahwa Allah telah membuat mereka menjadi terang bagi orang asal kafir. Terjemahan harfiah klaim tersebut bisa seperti ini: "Aku telah menjadikan kamu terang bangsa-bangsa kafir." Mari kita periksa berbagai tekanan dahsyat dalam pernyataan tersebut.

Pertama, untuk para pendengar Paulus, klaim ini merupakan peringatan keras bahkan ultimatum yang tidak main-main. Terang Injil yang Paulus beritakan telah mereka tolak. Maka terang itu digeser dari mereka, tidak lagi menyinari mereka, tetapi sekarang dibawa pergi untuk menyinari bangsa-bangsa yang hidup dalam ketidaktahuan akanAllah. Mengerikan! Umat pilihan Tuhan pun akan mengalami kegelapan jika terus menolak terang Injil!

Kedua, Paulus menegaskan bahwa Allahlah yang telah menetapkan ia menjadi terang bangsa kafir. Tentu kita mengerti bahwa sebagai manusia yang terbatas tidak mungkin Paulus menjadi terang bangsa kafir. Tentu yang dimaksud adalah pelayanan Paulus, Injil yang ia beritakan, Yesus Kristus yang menghasilkan Injil itulah yang
sejatinya terang bangsa kafir. Istilah "terang" ini bisa juga diterjemahkan secara tajam menjadi "keselamatan," maka klaim Paulus itu berbunyi: "Aku telah menjadikan kamu keselamatan bangsa-bangsa kafir!" Hanya Kristus yang hidup dan karya-Nya adalah terang, dapat mengenyahkan kegelapan dosa, menghasilkan hidup yang penuh dengan pengharapan dan berkat.

Meski inti klaim tersebut adalah Kristus, tetap saja kita merasakan betapa agungnya pelayanan mewartakan Injil Yesus Kristus itu. Sebab dengan perkataan dan perilaku kita menyaksikan Yesus Kristus, dengan hidup dan kesaksian kita sedemikian menyatu dengan sang Terang, kita dimuliakan menjadi terang yang membawa pengharapan serta keselamatan kepada orang yang hidup dalam gelap!

Sekitar kita gelap! Kegelapan nurani, moral, juga nalar terjadi akibat orang memberi diri kepa-da dosa. Kristus dalam kita adalah terang untuk kegelapan ini. Bicaralah, bertindaklah, pancar-kan terang Injil dalam hidupmu!
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/04/24/

Otoritas Allah di dalam pemerintah (Roma 13:1-7)

Salah satu partai besar di negara kita beberapa waktu lalu mengadakan pemilihan pemimpin. Kita mendengar bagaimana kompetisi antar calon tak hanya melibatkan kepiawaian menjabarkan visi-misi, tetapi juga kasak-kusuk penggalangan suara dengan iming-iming uang! Bisa kita bayangkan bagaimana dampak permainan kuasa dan politik uang semacam itu ketika mereka duduk dalam pemerintahan! Tak heran bila kita cenderung berpikir negatif tentang pemerintah!

Waktu Paulus menulis surat ini dan memberikan nasihatnya kepada jemaat di Roma, kondisi pemerintah Roma dan aparatnya waktu itu malah lebih buruk lagi. Kita curiga bahwa kehausan akan kuasa dan upaya memperolehnya dengan segala cara, sudah setua usia peradaban manusia. Maka cerita seperti yang terjadi di tanah air kita, pasti terjadi juga di negara lain. Lebih lagi, pada waktu awal Kekristenan, pemerintah Kerajaan Roma tidak bersahabat malah memusuhi orang beriman. Maka banyak alasan sah untuk orang Kristen di kerajaan Roma membangun penilaian buruk dan bersikap negatif terhadap pemerintah Kerajaan Roma.

Bagaimana nasihat firman Tuhan? Orang Kristen diajar tunduk kepada pemerintah dan memenuhi kewajiban sebagai warga negara yang baik. Alasan firman Tuhan bersifat pragmatis, yaitu pemerintah dibutuhkan supaya dengan pedang yang disandangnya kejahatan dapat diredam (ayat 4). Alasan firman Tuhan juga bersifat prinsip, yaitu bahwa Allah sendiri yang memberikan otoritas pada pemerintah, maka kita harus tunduk kepadanya. Dengan kata lain, tidak menaati pemerintah sama dengan tidak menaati Allah atau menolak otoritas Allah untuk manusia. Bila kita teliti, jelas bahwa firman ini tidak menganjurkan kita menaati secara membabi-buta. Dalam ketundukan mutlak kepada Allah, kita tunduk agar kehormatan dan kebenaran Allah sungguh diberlakukan dalam pemerintah dan kehidupan kita bermasyarakat. Kita tunduk, melakukan kewajiban, dan mendoakan pemerintah agar kebaikan Allah terpancar dalam tatanan sosial manusia.
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/04/22/

Etika kasih dan hukum (Roma 13:8-14)

Menurut Anda mana yang benar: kasih dan hukum adalah alternatif dalam etika Kristen, atau kasih dan hukum adalah dua sisi dari satu kenyataan yang sama? Dalam pengalaman Anda sendiri, sungguhkah kasih dan hukum berjalan serasi dalam perilaku keseharian Anda?

Nasihat Paulus merupakan gema dan uraian lanjut dari ajaran Tuhan Yesus sendiri. Jika orang sungguh mengasihi Allah dan sesama manusia, maka ia pasti menggenapi semua hukum Allah baik yang mencakup relasi dengan Allah maupun dengan sesama (ayat 8-9). Inti dari hidup kudus dan benar adalah kasih kepada Allah dan sesama. Sebaliknya, inti dari semua perbuatan dosa adalah tidak mengasihi. Lebih tajam lagi, semua pelanggaran hukum Allah terhadap sesama disebabkan oleh kasih yang timpang; kasih yang ditujukan hanya
kepada diri sendiri, tetapi tidak didampingi oleh kasih kepada sesama. Sehingga terjadilah hutang kasih, ketimpangan kasih! Karena kasih ditujukan hanya pada diri sendiri, kasih merosot menjadi egoistis dan penuh hasrat liar yang merendahkan orang lain. Karena egoistis, orang melakukan berba-gai perbuatan yang adalah lawan dari kasih kepada sesama. Maka terjadilah pelanggaran hukum dalam wilayah sosial.

Jawaban untuk kejahatan sosial tidak cukup dengan law enforcement (pelaksanaan hukum secara tegas), tetapi harus didorong oleh love enforcement (memberlakukan kasih secara gigih). Hukum bukan sumber etika, tetapi rambu atau kerangka etika. Nafas yang menghasilkan kehidupan etis adalah kasih kepada Allah dan sesama seperti kepada diri sendiri. Apabila kita menekankan pelaksanaan hukum tanpa motivasi kasih, kita akan "kudus" tetapi munafik atau "benar" tetapi legalistis. Sebaliknya menekankan kasih tanpa peduli hukum akan menciptakan kekacauan moral dan kemerosotan kasih menjadi kasih yang egoistis atau hasrat pemuasan nafsu secara liar. Etika Kristen memberi jawaban indah dan kuat. Kita harus melunasi hutang kasih kita kepada sesama; kasih yang lengkap dan utuh ini serasi dengan perilaku manusia terang!
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/sh/2010/04/23/